*) Oleh: Muhammad Ikhlas Prayogo,
Sekretaris Bidang RPK DPD IMM DKI
Baru saja hajat besar Muktamar IMM ke XX di gelar di Palembang, sebagai bentuk regenerasi kepemimpinan dan penyegaran ide-ide serta gagasan kritis yang tentunya mengarah ke progresif bukan lagi pasif atau normatif, dan diharapkan menjadi pijakan serta kompas gerakan IMM hari ini dan masa yang akan datang.
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) sebagai organisasi sayap kanan di tingkat pemuda dan mahasiswa Muhammadiyah tentu sejarah lahirnya tidak lepas dari upaya mewujudkan cita-cita Muhammadiyah, menjadikan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya (kembali ke Alquran dan as-sunnah).
Sehingga dalam hal ini, menjadi dorongan atas realitas untuk berdakwah dan mengembangkan ideologi Muhammadiyah, di lingkungan mahasiswa maupun masyarakat lebih luas.
Sebagai ortom Muhammadiyah, di mana Muhammadiyah dikenal sebagai Gerakan pembaharuan atau tajdid, tentu saja hal tersebut melekat dan menjadi nafas bagi IMM dalam bergerak dan berijtihad mengarungi zaman yang dinamis seperti saat ini.
Setelah berdiri lebih dari setengah abad sejak didirikan pada 14 Maret 1964 yang saat ini memasuki usia yang ke-60 tahun, tentu hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi IMM dan para kader untuk tetap eksis menyebarluaskan dakwah di ranah mahasiswa, pemuda maupun masyarakat secara luas.
Untuk usia 60 tahun menurut penulis bagi sebuah organisasi bukanlah usia yang terlalu tua, jika kita menganalogikan usia manusia seperti di usia 3-5 tahun atau bisa disebut sebagai era golden age, di mana rasa ingin mempertahankan dan daya nalar ingin mengetahui hal baru sangatlah tinggi.
Hal tersebut bisa menjadi refleksi untuk IMM di usia yang ke 60 tahun ini, untuk lebih berani dan progresif dalam melangkah maupun menciptakan gaya baru seperti halnya mengenai metode pengaderan maupun metode berdakwah, namun tidak melunturkan nilai-nilai ataupun prinsip-prinsip ideologi yang ada di IMM.
Ini agar IMM hari ini tidak stagnan atau jalan di tempat, sehingga tidak terkesan itu-itu saja dalam berdakwah maupun dalam hal pengaderan. Sehingga peranan IMM di masa depan dapat berdigdaya dan melahirkan kader-kader untuk Indonesia di tahun 2045 yang digadang-gadang Indonesia menjadi negara maju atau generasi emas.
Meskipun telah berusia setengah abad lebih, tentu keberadaan IMM Â tidak lepas dari persoalan-persoalan yang ada. Seperti halnya di zaman yang dinamis seperti saat ini, di mana gerakan-gerakan IMM terkadang sangat rentan pada persoalan-persoalan yang seharusnya menjadi poin kritis IMM.
Dalam soal kesenjangan sosial misalnya, yang membutuhkan objektivitas dalam mengkritik kebijakan pemerintah yang menyeleweng atau tidak pro terhadap masyarakat, terkadang malah terjebak pada hal-hal yang materialis dan yang berbahaya, yang membeo dan cenderung diam atas realitas ketidakadilan serta mengikuti arus kekuasaan. Hal itu tentu dapat mencederai nilai atau prinsip religius, intelektual, maupun humanitas IMM sebagai lokomotif perubahan atas ketidakadilan.