Datangnya Hari Raya Idul fitri merupakan kenikmatan besar bagi kaum muslimin setelah menjalani ibadah puasa di bulan suci Ramadan.
Syaikh Bandar Baleelah dalam shalat isya di Masjidil haram membaca dua potongan ayat agung yang membawa pesan mulia.
Pertama, berbahagia dengan datangnya hari raya. Kaum muslimin hendaknya bergembira dengan apa yang telah dilakukan selama sebulan penuh pada bulan suci Ramadan.
Betapa tidak, rahmat Allah hadir sehingga mengarahkan kepada kita untuk berbuat kebajikan tiada henti, seperti puasa, membaca Alquran, berzikir pagi-petang, salat tarawih, bersedekah dan amal kebaikan lain.
Hal ini merupakan kenikmatan yang amat besar dan hendaknya kita bergembira dengan amalan itu. Alquran menyatakan hal itu sebagaimana termaktub dalam firmannya:
قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ﴾ [ يونس: 58]
Katakanlah: “Dengan kurnia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Kurnia Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari yang mereka kumpulkan” (QS. Yunus : 58)
Karunia Allah yang demikian hendaknya disyukuri dengan baik sehingga akan menjadi kebanggaan saat berhadapan dengan Allah di hari kiamat kelak.
Kedua, istikamah dan tidak mengurai amal. Syaikh Bandar Baleelah memberi pesan untuk istikamah dan konsisten dengan amal perbuatan yang sudah terjaga selama bulan suci Ramadan.
Alquran mengilustrasikan untuk menjaga apa yang sudah dilakukan, dengan memberi contoh seorang wanita yang mengurai apa yang telah dipintalnya dengan sempurna.
Hal ini dinarasikan sebagaimana firmannya:
وَلَا تَكُونُوا۟ كَٱلَّتِى نَقَضَتْ غَزْلَهَا مِنۢ بَعْدِ قُوَّةٍ أَنكَٰثًا…..
Artinya: Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali. ( QS. Nahl: 92)
Ilustrasi ini sangat baik untuk menggambarkan bagi seorang yang telah berbuat kebaikan secara penuh dalam satu bulan dengan berbagai amal perbuatan kemudian ditinggalkan begitu saja.
Bagaimana tidak, seorang yang berpuasa, membaca Alquran, berzikir pagi-petang, salat tarawih, bersedekah dan amal kebaikan sebulan penuh, kemudian ditinggalkan begitu saja.
Hal itu seperti mengurai benang yang sudah dipintalnya. Tentu ini perilaku yang menghancurkan dirinya dan menelantarkan apa yang sudah ditanamnya.
Semoga kita dimudahkan untuk menjaga amalan ini dengan istikamah. Pertolongan Allah sangat utama untuk bisa menjaga amalan kebaikan ini.
Taqobbalallah minna wa minkum. (*)
Masjidil Haram, 1 Syawal 1444 H