3 Indikator Kesuksesan Ramadan
Muhammad Roissudin. foto: dok/pri
UM Surabaya

*) oleh: M Roisuddin, MPd

Setiap muslim menghendaki momentum Ramadan adalah waktu terbaik dalam meningkatkan amalan ibadah dalam berbagai perspektif. Tetapi untuk mengetahui kualitasnya maka harus ada indikator khusus agar bisa mengukurnya sejauh mana ibadah kita lalui  bisa meningkat dari tahun sebelumnya.

Maka untuk  mengukur kesuksesan Ramadan sekurang-kurangnya ada tiga, indikator utama:

  1. Mengevaluasi kualitas ibadah Ramadan

Setiap hamba Allah adalah manusia yang senantiasa ikhtiyar mencari kehidupan yang lebih baik dalam berbagai perspektif.

Di bulan   Ramadan, setiap muslim harus memilki target amalan Ibadah tertentu sehingga mendapatkan peningkatan kualitas Ibadah  yang lebih baik dari tahun sebelumnya. Sehingga penting bagi setiap Muslim apa yang diperbuat hari ini harus menjadi bekal lebih baik di hari Esok.

Alloh SWT mengingatkan kita dalam Q. S  Al Hasyr : 18 :

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَلْتَنظُرْ نَفْسٌ مَّا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌۢ بِمَا تَعْمَلُونَ

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al Hasyr : 18).

Imam Ibnul Qoyyim Al Jauzi dalam salah satu bukunya memberikan ilustrasi cara mengevaluasi kualitas Ibadah kita seperti transaksi atau jual beli dalam istilah dunia bisnis.

Ketika barang (Produk) dagangannya laku habis terjual  (Sold out) maka produk-produk tersebut ditambah jumlahnya (kuantitas) dan ditingkatkan pula layanan dalam jual beli sehingga semakin baik (Kualitasnya).

Sementara barang yang kurang laku disisihkan  (di-afkir) jika perlu dibuang agar tidak mengganggu produk baik yang lain.

Begitulah ilustrasi cara mengevaluasi kualitas ibadah Ramadan kit, amalan salat sunah, sedekah , bacaan  al Quran dan kajian- kajian yang sudah baik dilanjutkan dan ditambahkan.

Amalan Ibadah atau aktivitas yang sekiranya kurang bermanfaat atau tidak memiliki rujukan yang kuat syariat dan tuntutanya dari Al quran, Rosulullah dan para salafus sholih maka kita kurangi dan tinggalkan pelan-pelan.

  1. Peningkatan ketaqwaan kepada Allah. (Keshalehan ritual /individu)

Kalimat akhir dari ayat tentang perintah puasa dalam Q. S Al Baqarah :183 adalah agar menjadi pribadi yang bertaqwa kepada Allah SWT. Dan memang ujung dari rangkaian Ibadah puasa adalah meningkatnya ketaqwaan kita kepada Alloh, bunyi ayatnya:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ (سورة البقرة: 183)

Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.

Allah perintahkan kita untuk berpuasa dengan tujuan agar kita bertaqwa. Peningkatan ketaqwaan setelah bulan Ramadan merupakan ciri keberhasilan Ramadan yang kita jalani. Pribadi dengan ketaqwaan yang lebih baik.

Sebagai motivasi marilah kita jadikan rujukan qoidah penyemangat dari Imam Al ghozali yang ditulis dalam Kitab Ihyaul ‘Ulumuddin yang berbunyi :

مَنۡ كَانَ يَوۡمُهُ خَيۡرًا مِنۡ اَمۡسِهِ فَهُوَ رَابِحُ. وَمَنۡ كَانَ يَوۡمُهُ مثل اَمۡسه فهو مَغۡبُون. ومَن كان يومه شَرًّا مِنۡ امسه فهو مَلۡعُون

“Barang siapa hari ini lebih baik dari kemarin, maka ia beruntung. Barang siapa hari ini sama seperti kemarin, maka ia merugi. Barang siapa hari ini lebih buruk dari kemarin, ia celaka.”

Derajat hadist ini cukup relevan dijadikan rujukan  selama tidak bertentangan dengan hadish  yang sanadnya lebih Shohih.

  1. Meningkatkan Keshalehan sosial

Tidak hanya membangun hubungan baik kepada Allah (Hablumminalloh) tetapi juga mempunyai hubungan yang baik dengan sesama manusia  (Hablumminannas) adalah bagian dari kesuksesan Ramadan.

Jadi belum sempurna Ramadan seseorang apabila belum baik hubungannya dengan sesama sehingga ritual amalan indah Ramadan  (Hablumminalloh) harus bisa dirasakan oleh orang-orang di sekeliling kita.

Itulah mengapa Allah SWT senantiasa menegaskan setiap ada satu perintah beribadah kepada Allah ( keshalehan ritual) maka disambut  oleh puluhan bahkan ratusan ayat perintah melakukan kebaikan kepada  sesama (keshalehan sosial) seperti dalam QS. An nisa :36.

. وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا ۖ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَىٰ وَالْيَتَامَىٰ وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَىٰ وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

Artinya:  “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri,” (QS Ani-Nisa : 36)

Menurut Ibnu Khaldun dalam bukunya Al Muqaddimah:’ Al Insanu Madaniyyun Bittab’i”  diuraikan secara singkat bahwa manusia secara karakteristiknya adalah makhluk berbudaya atau sosial sehingga tugas pentingnya menjaga harmoni kesalehan sosial di manapun.

Betapa penting kesalehan sosial seseorang sehingga tidak cukup hanya dilihat dari ucapannya saja, namun dari tingkah laku sebagai cermin hati, serta tidak meremehkan kebaikan yang telah diberikan orang lain.

Itulah mengapa ada kaidah fikih yang cukup fenomenal di kalangan santri  yang berbunyinya ‘ Al Khoirul Muta’addi Khoirun Minal Qoshir, artinya: kebaikan yang bisa bermanfaat buat orang banyak lebih utama dari pada kebaikan untuk diri sendiri.

Itulah mengapa Rosulullah ketika ditanya oleh sahabat tentang siapa fiqur umat (manusia) terbaik maka Rosulullah menjawab singkat, manusia terbaik adalah yang bermanfaat bagi orang lain, Kebaikan (keshalehan kita kepada Allah harus juga bisa dirasakan oleh asyarakat di sekeliling kita.

“Khoirunnaas anfa’uhum linnas.” Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain. (HR. Ahmad, Thabrani, Daruqutni).

Insyaallah jika tiga hal di atas mampu dijadikan sebagai rujukan. Maka setiap Ramadan yang kita lalui akan senantiasa  membawa dampak kebaikan pada berbagai sendi kehidupan.

Bukan sekadar ritual tahunan yang tanpa makna, sementara usia kita terus berkurang dari jatah yang Allah SWT berikan.

Semoga kita senantiasa menjadi orang-orang  yang beruntung, menjadikan hari ini lebih baik dari hari kemarin. Wallohul musta’aan. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini