Dakwah Muhammadiyah harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kondisi masyarakat Indonesia saat ini yang sedang berubah.
Hal itu disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Prof Haedar Nashir dalam Pembukaan Pengkajian Ramadan 1445 H di Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Senin (18/3/2024).
Kegiatan ini diikuti oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) dan Pimpinan Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) dari seluruh Indonesia.
Hadir sebagai pembicara, di antaranya sekretaris Pimpinan Pusat Prof. Abdul Mukti, M.Ed Muhammadiyah, Ketua PP Muhammadiyah Syafiq Mughni, Menko PMK Prof. Muhajir Efendy, Prof. Burhanudin Muhtadi, P.hD, Dr. (HC) Adi Hidayat, Dr. Oki Setiana Dewi.
“Dakwah Muhammadiyah tidak boleh kaku dan terasing dari masyarakat, sehingga menjadikan masyarakat kurang tertarik kepada Muhammadiyah,” kata Haedar Nashir..
Untuk itu, Haedar menekankan perlunya modifikasi pemikiran ideologis dan sistematisasi pemikiran dalam Muhammadiyah. Hal ini ditujukan agar Muhammadiyah semakin menarik pada masyarakat.
Harus Kompatibel
Di sisi lain, Haedar juga melihat realitas sosial yang terjadi di kelompok Islam Indonesia mutakhir, bahwa umat Islam yang mengikuti salat tarawih sebelas rakaat semakin banyak.
Meskipun jumlah rakaat salat tarawih di masjid-masjid Muhammadiyah sebelas rakaat, namun seringkali salat tarawih yang dilakukan lebih panjang durasinya daripada yang 23 rakaat.
Haedar mengingatkan, imam salat di Masjid Muhammadiyah yang memiliki hafalan banyak dan suara merdu supaya juga mengukur kekuatan jemaah yang menjadi makmumnya.
“Tapi ingat jemaah itu beragam. Imam jangan hanya berpikir tentang jumlah hafalan Alquran yang ada dalam dirinya,” tutur Haedar.
“Dari juz pertama sampai juz terakhir dia bisa baca semalam, tapi jemaah bisa pingsan. Jangan sampai sebelas diperpanjang dua kali lipat dari yang 23. Nanti tidak banyak pengikutnya,” seloroh Haedar.
Kenyataan itu juga terjadi tatkala Muhammadiyah mengawali Ramadan lebih awal, dan Idulfitri lebih awal, maka pengikutnya pasti banyak. Sebab ini soal kompatibilitas atas yang dilakukan dan dipikirkan tentang masyarakat.
Dalam kesempatan itu, Haedar juga berpesan supaya Majelis Tabligh Muhammadiyah meniscayakan perubahan pendekatan dan praksis gerakan dakwah.
Hematnya, gerakan dakwah harus kompatibel dengan kebutuhan dan kekuatan jamaah. (sholihin fanani)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News