Sebagian orang juga menjadikan Ramadhan sebagai kesempatan untuk tidur sepanjang hari, dengan berdalil menggunakan hadis:
“Tidurnya orang yang puasa adalah ibadah.” [9]
Padahal, hadis ini adalah hadis lemah [10], tidak bisa digunakan sebagai dalil. Maka, orang yang puasa seharusnya memanfaatkan Ramadhan sebagai penambah amal saleh yang dilakukan dengan semangat.
Kesalahan keempat: Banyak makan dan minum
Betapa banyak dari kita yang sibuk mencoba jenis-jenis makanan yang tidak muncul, kecuali pada bulan Ramadhan. Sore hari yang harusnya digunakan untuk membaca Alquran, berzikir, mengingat Allah, malah digunakan sebagai waktu berburu makanan.
Kemudian, pada waktu buka puasa, dia makan sekenyang- kenyangnya, sehingga salat Maghrib, Isya, dan Tarawih menjadi terasa berat. Maka, tentunya sibuk berburu kuliner dan banyak makan menafikan hikmah berpuasa.
Kesalahan kelima: Kendur di akhir Ramadan
Banyak di antara kita yang menghidupkan awal hari bulan Ramadhan, tetapi mulai kendur semangatnya di hari- hari terakhir. Bisa kita lihat, masjid pasti penuh ketika hari pertama Ramadan, kemudian berkurang pada hari kedua, dan seterusnya hingga 10 hari terakhir Ramadan yang harusnya momen paling krusial, malah paling sepi.
Padahal, salah satu sebab mengapa kita harus semangat beribadah di bulan Ramadhan adalah karena ada malam lailatul qadar. Sedangkan malam itu ada di sepuluh malam terakhir, tetapi sepuluh malam terakhir malah momen paling sepi saat Ramadan.
Maka, ini merupakan cerminan ketidakpahaman kita terhadap keutamaan bulan Ramadhan. Kebanyakan kita hanya ikut arus. Jika orang-orang sibuk siap-siap Lebaran, kita ikut.
Jika orang-orang sibuk pulang kampung, kita juga ikut repot pulang kampung. Bukan berarti maksudnya kita tidak boleh memeriahkan Idulfitri dan silaturahmi kepada sanak keluarga di kampung.
Maka, sepatutnya kita tetap semangat hingga akhir bulan Ramadan, bahkan harus semakin meningkat. Sehingga, ketika kita keluar bulan Ramadhan, kita senantiasa istikamah melaksanakan kebiasaan baik yang telah terbentuk di bulan Ramadan. (*)
Disarikan dari Kitab Durūs Ramadān Waqafāt li-Shā’imīn, hal. 30-32 dengan beberapa tambahan.
Catatan kaki:
[1] HR. Bukhari no. 2685 dan Muslim no. 1153.
[2] HR. Bukhari no. 1797.
[3] HR. Ahmad no. 6626 dan Al-Hakim no. 2036, hasan.
[4] HR. Bukhari no. 38 dan Muslim no. 60.
[5] Al-Muhalla bil Atsar, hal. 306, cet. Dar Al-Fikr, Beirut.
[6] Al-Silsilah Al-Dha’ifah, no. 519.
[7] HR. Bukhari no. 1903.
[8] HR. Bukhari no. 1894.
[9] HR. Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 3: 1437.
[10] Al-Silsilah Al-Dha’ifah, no. 4696.
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News