عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لَيْسَ الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ.
Dari Abu Hurairah RA, Nabi SAW bersabda: “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya harta, akan tetapi kaya itu adalah kaya hati (jiwa).” (HR Bukhari No: 6446)
Kandungan hadis:
Hakikat kaya bukanlah karena banyak harta, karena mayoritas manusia yang dilapangkan hartanya tidak puas dengan harta yang telah dimilikinya.
Manusia begitu tamak dalam memperbanyak harta. Manusia tidak pernah puas dan merasa cukup dengan apa yang ada.
Manusia akan diberi cobaan melalui harta. Ada yang bersyukur dengan yang diberi, ada pula yang tidak pernah merasa puas.
Kekayaan sebenarnya adalah kekayaan jiwa, yaitu ketika merasa cukup dengan apa yang diperolehnya (qonaah), rela, dan tidak tamak dalam mencari harta.
Kekayaan yang sebenarnya tidak selalu diukur dengan besarnya angka-angka materi.
Keluasan hati saat seorang hamba mampu menekan hawa nafsunya, bersikap menerima dan mensyukuri apa yang ada.
Jadi, kita sebagai manusia, harus selalu bersyukur dengan apa yang kita punya.
Karena di dalam rasa bersyukur, kita menghargai dan menghormati kebesaran Tuhan yang sudah diberikan kepada kita.
Jadikanlah diri kita seorang yang kaya hati, senantiasa merasa cukup dan bersyukur dengan setiap pemberian-Nya.
Agar manusia mudah bersyukur hendaknya manusia melihat ke bawah untuk urusan duniawi.
Juga selalu mengingat nikmat yang kita terima dari Allah, selalu mengucapkan Alhamdulillah, membiasakan diri untuk mengucapkan terima kasih dan berhenti mengeluh. (*)