Turunnya Al-Qur’an sebagai mukjizat untuk Nabi Muhammad SAW menjadi petanda dari perubahan pola pikir masyarakat dari yang jahiliyah menjadi masyarakat modern.
Al-Qur’an sebagai mukjizat yang sangat rasional dan dapat dipelajari oleh semua orang, berbeda dengan mukjizat dari nabi-nabi sebelumnya yang khawariqul adah atau mukjizat di luar kebiasaan atau di luar nalar
Hal itu disampaikan oleh Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Dadang Kahmad pada Selasa (26/3/2024) malam dalam Peringatan Nuzulul Qur’an di Masjid At Tanwir PP Muhammadiyah, Jl. Menteng Raya, No. 62, Jakarta Pusat.
Al-Qur’an ini berbeda dengan mukjizat-mukjizat yang diterima oleh nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad. Dadang menjelaskan, Al-Qur’an sebagai mukjizat ini mendorong manusia dalam menggunakan akal untuk mengembangkan sains.
Guru Besar Sosiologi Agama ini mencontohkan, bukti dari yang dia sampaikan itu terdapat dalam Al-Qur’an Surat Al Alaq ayat 1, tentang perintah untuk membaca. Membaca atau literasi ini menjadi pondasi awal untuk orang berpengetahuan.
“Ayat pertama padahal itu sangat kunci dalam kehidupan ini, zaman modern seperti sekarang. Ini disuruh oleh Allah untuk membaca,” tuturnya.
Perintah membaca ini tidak dikhususkan hanya kepada Nabi Muhammad, tetapi merupakan perintah yang umum untuk seluruh Umat Islam. Namun dalam praktiknya, umat Islam di Indonesia khususnya memiliki daya literasi yang rendah.
Tinggi maupun rendahnya peringkat literasi, katanya, berpengaruh pada kualitas ilmu pengetahuan. Hal itu dapat disaksikan dari negara-negara modern dan maju, mereka rata-rata memiliki tingkat literasi yang tinggi.
“Padahal iqra’ itu bukan hanya diturunkan tanpa sengaja oleh Allah. Betul-betul diturunkan untuk generasi modern sekarang,” ungkap Dadang. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News