*) Oleh: Dr. Slamet Muliono Redjosari
Allah menciptakan hati dan hawa nafsu dalam diri manusia. Hati condong untuk taat dan patuh pada Allah, sementara hawa nafsu sebaliknya yakni condong melakukan pembangkangan terhadap aturan-Nya.
Al-Qur’an pun memotret setiap hamba akan mulia ketika hati mendominasi dan menjadikannya tunduk dan patuh kepada aturan Allah.
Sebaliknya manusia akan menjadi hina ketika menjadikan hawa nafsu sebagai pemandu hidupnya.
Ketika manusia membiarkan hawa nafsu menjadi panduan hidup, sama saja menceraikan hubungannya dengan Allah, sekaligus menjadikan dirinya hina dan nista.
Bahaya Hawa Nafsu
Fitrah manusia pada dasarnya tunduk dan patuh pada aturan Allah. Hati Nurani menjadi pengendalinya, sehingga hamba ini cenderung untuk mengikuti kebenaran.
Namun manusia memiliki hawa nafsu yang mendorong untuk mewujudkan berbagai keinginannya.
Oleh karena dorongan hawa nafsu itu, manusia pada umumnya menginginkan hidup enak, malas berjuang, menumpuk kekayaan dengan jalan pintas, bersenang-senang tanpa mau perjuangan. Bahkan rela menghilangkan nyawa orang lain untuk mewujudkan impiannya.
Oleh karena itu, ketika datang perintah Allah untuk tunduk dan patuh pada nilai-nilai kebenaran, serta merta menolak dan mengadakan perlawanan.
Hawa nafsu berpotensi besar untuk mengunci hati, menutup mata atas berbagai realitas meskipun alasan logis dari kebenaran itu dijelaskan.