Allah bukan hanya tidak memberi petunjuk tetapi Allah membiarkannya melakukan perbuatan merusak. Perbuatan rusak itu akan kembali kepada dirinya sendiri. Hal ini dijelaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya:
مَنْ عَمِلَ صَا لِحًـا فَلِنَفْسِهٖ ۚ وَمَنْ اَسَآءَ فَعَلَيْهَا ۖ ثُمَّ اِلٰى رَبِّكُمْ تُرْجَعُوْنَ
“Barang siapa mengerjakan kebajikan, maka itu untuk dirinya sendiri, dan barang siapa mengerjakan kejahatan, maka itu akan menimpa dirinya sendiri; kemudian kepada Tuhanmu kamu dikembalikan.” (QS. Al-Jasiyah : 15)
Para sahabat merupakan contoh umat yang telah melakukan berbagai macam kebaikan, sehingga Allah menjuluki sebagai umat terbaik.
Mereka yakin adanya hari pertemuan dengan Allah, sehingga mereka mengisi hidupnya penuh dengan kebaikan.
Abu Bakar mendampingi Nabi dalam menyebarkan dakwah Islam. Dia membela dengan sepenuh hati, jiwa raga, dan hartanya dengan Ikhlas.
Maka pantas diakui sebagai manusia terbaik, setelah nabi dan rasul, sehingga Nabi Muhammad memberi isyarat sebagai khalifah, pasca wafat beliau.
Artinya kebaikan yang telah dilakukan Abu Bakar telah kembali kepada dirinya. Allah mengangkat derajatnya dan manusia memperbincangkan segala prestasinya.
Sebaliknya Abu Jahal merupakan merupakan contoh manusia buruk yang telah melakukan berbagai macam keburukan, sehingga Nabi Muhammad menjuluki sebagai Fir’aun abad ini.
Dia menolak hari pertemuan demngan Allah sehingga hidupnya terus menerus mengganggu Nabi ketika menyebarkan dakwah Islam.