Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Prof Muhadjir Effendy mengisi ceramah Ramadan di Masjid H. Jaafar Hanafiah Kampus Universitas Muhammadiyah Aceh (Unmuha), Rabu,(27/3/2024).
Selain mengisi kajian, momen itu juga dimanfaatkan Menko PMK untuk membagikan bantuan sosial kepada jamaah dan bantuan untuk masjid kampus tersebut.
Sebelumnya Muhadjir Effendy mengatakan kedatangan dirinya bersama sejumlah deputi untuk memantau langsung berbagai bantuan yang telah dicanangkan Presiden Jokowi, mulai dari PKH, Bantuan Langsung Tunai (BLT), hingga bantuan beras CPP, dana pemerintah.
Kedatangan Menko PMK disambut Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh A. Malik Musa, Rektor Universitas Muhammadiyah Aceh Aslam Nur, BPH, dosen dan seluruh civitas akademika Unmuha.
Muhadjir Effendy yang hadir di malam ke-18 Ramadan menyampaikan, dalam menentukan awal bulan Ramadan dan Syawal, ada dua metode yang umum dilakukan, yaitu hisab dan rukyatul hilal atau rukyah.
Metode hisab ini digunakan oleh Muhammadiyah untuk menentukan awal bulan dalam kalender Hijriah.
“Hisab yang digunakan adalah hisab hakiki wujudul hilal dengan kriteria tiga hal, yaitu telah terpenuhinya ijtimak (konjungsi), Ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam,” katanya.
Pada saat terbenamnya matahari, terang Muhadjir, bulan berada di atas ufuk. Apabila tiga kriteria itu terpenuhi, maka hari tersebut dianggap telah sah masuk dalam awal bulan Hijriyah.
Penggunaan rukyatul hilal sebagai metode penentuan awal bulan dalam kalender Hijriah sudah diyakini sejak Islam awal masuk ke Nusantara.
Pada saat itu pelaksanaan rukyatul hilal hanya dilakukan dengan mata telanjang, tanpa menggunakan alat bantu apapun.
“Setelah kebudayaan manusia makin maju, maka dengan sponanitas pelaksanaan rukyatul hilal pun secara berangsur-angsur menggunakan sarana dan prasarana yang menunjang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,” terang Muhadjir.
“Hilal merupakan lengkungan bulan sabit paling tipis yang berkedudukan pada ketinggian rendah di atas ufuk barat pasca matahari terbenam (ghurub) dan bisa diamati,” imbuh dia.
Cara pengamatannya terbagi menjadi tiga, mulai mengandalkan mata telanjang, mata dibantu alat optik (umumnya teleskop) hingga yang termutakhir alat optik (umumnya teleskop) terhubung sensor/kamera.
“Dari ketiga cara tersebut maka keterlihatan hilal pun terbagi menjadi tiga pula, mulai dari kasatmata telanjang (bil fi’li), kasatmata teleskop, dan kasat–citra,” papar Muhadjir.
Di akhir ceramahnya Muhadjir Effendy mengajak seluruh jamaah untuk salat isya, tarawih dan witir untuk bisa berdiri di tengah-tengah dan dapat merangkul.
Bahwa ummatan wasathan merupakan citra ideal umat terbaik (khair al-ummah) sebagaimana yang termaktub dalam QS. Ali Imran ayat 110.
Dalam Islam, wasathiyah pada intinya bermakna sikap tengah di antara dua kubu ekstrem.
Di antara para jamaah hadir pengurus pimpinan ‘Aisyiyah Aceh, pimpinan Ortom, pimpinan amal usaha, serta simpatisan warga masyarakat Batoh. (agusnaidi b/ha/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News