*) Oleh: Dr. Amalia Irfani, M.Si,
LPPA PWA Kalbar
Salah satu topik yang tak pernah usang dibahas di dunia pendidikan dan menjadi keprihatinan banyak kalangan adalah penyakit (pathos) sosial yang semakin lama semakin meresahkan, memilukan, yakni kenakalan remaja (juvenile delinquency).
Disebut memilukan, sebab faktanya semakin lama mengganggu imunitas masyarakat, dan tentu saja dalam kurun waktu ke depan akan membuat stamina negara menurun. Negara ini bisa kehilangan generasi tangguh.
Jika dulu bahaya yang mengintai remaja adalah zat psikotropika (narkoba), sekarang bertambah narkotika lewat pandangan mata (narkolema) melalui gawai.
Aksi ini banyak secara sadar dilakukan oleh remaja tanggung yang tidak melulu karena kurang kasih sayang orang tua, tidak selalu karena kekurangan materi.
Di banyak kasus kenakalan remaja terjadi sebab pergaulan yang salah, padahal anak tersebut mendapat nutrisi melalui vitamin kebaikan di rumah, namun salah memilih teman.
Maka, untuk menelaah sebab mengapa kenakalan remaja terjadi, banyak aspek yang harus dilihat sebagai indikator dalam menentukan mengapa dan bagaimana kenakalan remaja sulit diminimalisasi.
Perkembangan teknologi informasi di new era, pendidikan agama yang minim, pergaulan bebas, putus sekolah karena ekonomi, menjadi beberapa sebab yang disinyalir sebagai sebab kenakalan remaja terjadi dan terus bertambah.
Norma Sosial
Kenakalan remaja seperti namanya adalah perilaku yang bertentangan dengan norma sosial di masyarakat.
Dilakukan oleh sekelompok individu usia sekolah menengah-atas dengan rentang usia standar WHO12-24 tahun.
Usia yang diyakini oleh banyak pakar sebagai usia rentan emosi sehingga membutuhkan perhatian dan edukasi ekstra, terutama tentang pemahaman agama yang baik.