Pada kata Amal Usaha Muhammadiyah, Hidayatulloh menjelaskan bahwa pilihan katanya itu kata ‘amal’ dahulu, baru kata ‘usaha’ bukan sebaliknya.
“Ini ada kesengajaan bapak ibu,” katanya. Kalau pilihan pertama itu adalah amal, dia melanjutkan, artinya orientasi utamanya adalah ibadah, perjuangan, dan ajrun atau pahala dari Allah. “Itu spirit beramal,” tegasnya.
“Kemudian baru disusul kata usaha, yang kalau bicara usaha orientasinya adalah kerja. Dan tentu kita bekerja itu orientasinya untuk mendapatkan ujroh atau gaji, kita dapat insentif, honorarium,” lanjutnya.
“Nah Muhammadiyah itu meletakkan amal di depan baru mengikuti usaha,” tandasnya.
Hidayatulloh lantas menilik kembali sejarah awal Muhammadiyah, pada periode awal Muhammadiyah berdiri, semangat yang ada pada Kyai Dahlan dan murid-muridnya adalah amal Muhammadiyah.
“Bapak ibu kan pernah lihat film sang pencerah. Kita semua tahu Kyai Dahlan itu sampai kehabisan dana dalam mendirikan sekolah sampai beliau melelang barang-barangnya, itu karena spiritnya amal dulu,” tuturnya.
Dia menambahkan, meskipun Muhammadiyah telah menunjukkan peningkatan yang sangat signifikan sekarang ini, kita tetap harus menjaga spirit amal itu agar proyeksi untuk bekerja di Muhammadiyah tidak semata-mata berdimensi dunia, tapi juga mendapatkan dimensi akhirat.
“Bisa jadi mudah-mudahan yang kita dapatkan di akhirat nanti itu jauh lebih besar daripada yang bapak ibu dapatkan di Umsida, itu tergantung seberapa besar tingkat keikhlasan kita,” kata bapak tiga anak ini.
Hidayatulloh lalu menekankan bahwa kita semua diingatkan oleh buku Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah (PHIWM). Di buku ini terdapat bab pengelolaan Amal Usaha Muhammadiyah yang terdiri dari 12 rumusan.
Beliau mengutip rumusan ke-6 yang berbunyi, “Pimpinan AUM harus selalu berusaha meningkatkan dan mengembangkan AUM dengan sepenuh hati sehingga mempunyai keunggulan dan berdaya saing tinggi,” ujarnya.