*) Oleh:Â Sigit Subiantoro,
Anggota Majelis Tabligh PDM Kabupaten Kediri
Hari itu, Aisyah radhiyallahu ‘anha sedang berada di beranda. Lamunannya mengawang ke langit, mengenang suami terkasih yang telah berpulang ke haribaan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kali ini, ia ditemani seorang keponakannya, Urwah. Ia hadir di sana demi menghibur sang bibi yang sedang sedih kesepian.
Dalam pembicaraan mereka, entah mengapa Urwah seolah tertarik untuk melempar tanya, “Wahai bibi, tolong ceritakan kepadaku bagaimana kalian membina rumah tangga?”
Sambil tersenyum getir Aisyah mencoba mengulang kembali kenangan indah yang bisa berkesan saat ia masih menjadi istri Rasul.
Tak kuasa menahan perasaan kangen terhadap sang suami tercinta, Aisyah pun memulai sambil menghela nafas panjang.
“Demi Allah wahai keponakanku. Sungguh kami pernah melihat bulan sabit berganti di langit sampai 3 kali berturut-turut dalam dua bulan. Selama itu, tidak pernah tungku api menyala di seluruh rumah istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Aisyah masih tetap tersenyum meskipun kalimat itu telah terhenti.
Mendengarnya, Urwah kaget dan langsung merespons, “Wahai bibi, bagaimana kalian bisa bertahan hidup bila sedemikian?”
Pertanyaan itu meluncur dari bibirnya seolah tak percaya dan respons yang sama mungkin akan keluar dari diri kita bila mendengar hal demikian.
Aisyah lalu menjawab., “Dengan dua benda hitam; yaitu korma dan air yang tidak jernih. Namun kadang-kadang beberapa tetangga Rasulullah dari golongan Anshar yang memiliki domba suka mengirimkan susu kepada kami untuk diminum.” (Hadis Muttafaq ‘Alaihi)
Saya membayangkan sesak dada Urwah saat mendengar kenyataan yang pernah dialami keluarga Sang Nabi.
Hal yang manusiawi, jika mereka mengeluh. Namun sebab mereka adalah manusia-manusia hebat pemilik iman yang teguh, maka mereka mampu bertahan. Hingga kepahitan hidup yang mereka alami menjadi manisnya kenangan ya tak terlupa.
Itu juga yang seharusnya kita munculkan dalam jiwa masing-masing. Bahwa apa pun yang terjadi sudah seizin Allah.
Allah memberikan ujian, tentu sesuai dengan kemampuan yang bersangkutan. Tetaplah teguh dan bersabar dalam semua episode yang Allah hadirkan.
Kelak suatu saat kita akan bercerita manisnya menjalani episode kehidupan kepada anak cucu kita.
Dan mereka tahu bahwa kita adalah orang-orang beriman yang mampu menerima kenyataan hidup, sepahit apa pun.
Saling mendoakan, ya? (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News