Respon fenomena Pinjaman Online (Pinjol) atau financial technology (Fintech), Lazismu PP Muhammadiyah dorong masyarakat untuk semakin sadar tentang pentingnya literasi keuangan.
Melalui Ziska Talk yang diselenggarakan pada Kamis (28/3/2-24), Lazismu Pusat mencoba mengurai persoalan Pinjol Ilegal itu. Acara ini juga untuk mengukur peran lembaga filantropi Islam dalam memberantas Pinjol.
Ketua Badan Pengurus Lazismu Pusat, Ahmad Imam Mujadid Rais dalam sambutannya mengatakan fenomena Pinjol ini tidak bisa disepelekan. Sebab telah merasuk sampai relung kehidupan masyarakat yang paling dalam.
Mengingat masalah Pinjol ini begitu merusak, Mujadid Rais berharap Lazismu bisa ikut berperan dalam memberantas praktik Pinjol ini. Selain itu, fenomena ini menjadi diskursus baru, apakah orang terkena Pinjol bisa masuk sebagai asnaf atau penerima santunan.
“Bagaimana kita bisa ikut menyelesaikan masalah ini saya kira adalah rekomendasi yang menarik,” kata Mujadid Rais.
Dalam menyelesaikan masalah Pinjol, Lazismu diharapkan menjalin kolaborasi dengan stakeholder terkait. Mujadid Rais juga mewanti-wanti urusan ini kepada seluruh pelaku atau amil Lazismu di seluruh Indonesia.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas Syariah Lazismu Pusat, Dadang Syaripudin menyebut secara umum zakat bisa membantu melakukan pelunasan dari utang sebagaimana yang tertuang dalam Surat At Taubah ayat 60.
Namun menurutnya, yang menjadi persoalan kunci adalah apakah gharim atau orang yang berutang tersebut berhak menerima santunan dari zakat. Sebab, fenomena Pinjol ini kerap digunakan oleh anak-anak muda untuk memenuhi gaya saja atau flexing.
“Itu memang tidak sembarang memang asal yang berutang lalu kemudian mendapatkan zakat, atau boleh atau berhak mendapatkan penyaluran zakat,” katanya.
Setelah merujuk pada beberapa tafsir dan fikih klasik, Dadang menyampaikan, gharim adalah orang yang berutang karena terdesak kebutuhan bukan karena memenuhi keinginan sebab jika hanya memenuhi keinginan itu jatuhnya pada pemborosan.
Termasuk disebut ghraim itu piutang yang dilakukan bukan untuk berbuat maksiat, seperti berjudi dan hidup bermewah-mewahan. Akan tetapi orang yang tertimpa bencana yang hartanya habis, lalu dia mengutang itu bisa disebut sebagai gharim.
Dalam konteks terjeratnya anak-anak muda dalam Pinjol, kata Dadang, tidak bisa kemudian meminta Lazismu untuk melunasi utangnya. Sebab anak-anak tersebut masih memiliki orang tua, lebih-lebih uang hasil Pinjol digunakan untuk flexing. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News