UM Surabaya

Ketiga: وَالْعَمَلُ بِالتَّنْزِيْلِ Melaksanakan isi kandungan Al-Qur’an.

Al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran islam yang diturunkan pada bulan Ramadhan dan sebagai pedoman hidup bagi setiap muslim.

Al-Qur’an bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya (hablum mina Allah wa hablum minannas), bahkan hubungan manusia dengan alam sekitarnya.

Al-Qur’an merupakan firman Allah yang di jadikan sebagai pedoman hidup dan petunjuk bagi umat Islam Sebagaimana Allah telah berfirman dalam Q.S. Al-Isra’: 9.

اِنَّ هٰذَا الْقُرْاٰنَ يَهْدِيْ لِلَّتِيْ هِيَ اَقْوَمُ وَيُبَشِّرُ الْمُؤْمِنِيْنَ الَّذِيْنَ يَعْمَلُوْنَ الصّٰلِحٰتِ اَنَّ لَهُمْ اَجْرًا كَبِيْرًاۙ

“Sesungguhnya Al-Qur’an ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang mu’min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar”.

Mengamalkan isi kandungan Al-Qur’an merupakan suatu kewajiban bagi umat manusia. Untuk dapat mengamalkan isi kandungan yang terdapat di dalam Al-Qur’an setidaknya harus melalui beberapa tahapan, yaitu (1) Membaca Al-Qur’an dengan baik, (2) Menghafal, (3) Mengetahui arti, (4) Memahami isi kandungan serta tafsirnya.

Keempat: وَالرِّضَا بِالْقَلِيْلِ Rida terhadap ketentuan Allah.

Belajar dari Rasulullah bagaimana Ia selalu dalam posisi rida terhadap ketentuan Allah sehingga mengantarkannya menjadi manusia yang paling Istimewa dan mampu mempengaruhi para sahabat dan bahkan musuhnya dalam memeluk agama Islam.

Dikisahkan bahwa pasca wafatnya Khadijah dan Abu Thalib, Rasulullah merasa perlu mencari dukungan dari kota Thaif sekaligus membawa misi dakwah.

Untuk hal tersebut Rasulullah tidak mengirim utusan melainkan Rasulullah sendiri yang menuju ke kota tersebut dengan ditemani oleh Zaid bin Haritsah.

Sayangnya, orang-orang Thaif menolak dakwah Rasulullah, dan mereka mengusir Rasulullah dan Zaid bin Haritsah dengan lemparan batu hingga terluka parah sampai berdarah.

Kemudian Rasulullah dan Zaid bin Haritsah bersembunyi di kebun milik Uthbah bin Rabi’ah untuk menghindari kejaran orang-orang Thaif. Di sana, Rasulullah memanjatkan doa.

“Ya, Allah kepada-Mu aku mengadukan kelemahanku, kurangnya kesanggupanku, dan kerendahan diriku berhadapan dengan manusia. Wahai Zat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Engkaulah Pelindung bagi si lemah dan Engkau jualah pelindungku! Kepada siapa diriku hendak Engkau serahkan? Kepada orang jauh yang berwajah suram terhadapku, ataukah kepada musuh yang akan menguasai diriku?

Mendengar do’a Rasulullah, Allah mengutus malaikat Jibril untuk menyampaikan bahwa Allah mendengar do’a-Nya.  Bersama Jibril turut serta malaikat penjaga gunung yang berkata, “Wahai Muhammad! Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan kaummu terhadapmu.

Aku adalah malaikat penjaga gunung dan Rabb-mu telah mengutusku kepadamu untuk engkau perintahkan sesukamu, jika engkau suka, aku bisa membalikkan Gunung Akhsyabin ini ke atas mereka.”

Rasulullah menolak hal tersebut. Bahkan, berharap suatu saat nanti penduduk Thaif dan anak cucunya suatu saat nanti akan memeluk Islam dan beriman kepada Allah. Rasulullah kemudian berdoa, “Ya Allah! Tunjukkanlah kaumku (ke jalan yang lurus), karena sesungguhnya mereka itu tidak mengerti.”

Sekalipun sudah dilempari batu hingga terluka parah, Rasulullah tidak menyimpan dendam kepada para penduduk Thaif. Bahkan kalimat Rasulullah:

إن لم يكن بك علي غضب فلا أبالي.

“Asalkan tidak ada kemarahan dariMu kepadaku, aku tidak peduli” (H.R. Thabrani dari kitab As-Sirah Ibnu Ishaq).

Mungkin kalimat itulah yang dapat mengungkapkan bahwa Allah adalah segalanya bagi baginda Rasulullah. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini