Umat Islam tidak jarang kurang tepat dalam memahami perbedaan antara tilawah dan tadarus Al-Quran.
Riwayat yang disampaikan oleh Abu Hurairah Ra di bawah ini menggambarkan pengertian tilawah dan tadarus yang disempurnakan dengan informasi tentang betapa pentingnya berkumpul untuk mendekatkan diri pada Al-Qur’an di rumah Allah.
مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللَّهِ تَعَالَى، يَتْلُونَ كِتَابَ اللَّهِ وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلاَّ نَزَلَتْ عَلَيْهِمْ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمْ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمْ الْمَلاَئِكَةُ، وَذَكَرَهُمْ اللَّهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ.
“Tidaklah sekelompok orang berkumpul di sebuah rumah dari rumah-rumah Allah (masjid), mereka membaca al-Qur’an serta mengkajinya, kecuali akan turun kepada mereka kedamaian/ ketenangan, rahmat Allah pun akan menyelimuti mereka, malaikat-malaikat akan mengelilingi mereka, dan Allah akan menyebutkan nama mereka di hadapan mahluk-mahluk yang ada di sisi-Nya.” (HR. Muslim).
Tilawah menekankan pada keterampilan membaca Al-Quran dengan baik dan benar. Ini mencakup pengucapan yang jelas dan tepat, memperhatikan tajwid, serta menjaga keindahan bacaan.
Sedangkan tadarus Al-Quran menekankan pada pembacaan Al-Qur’an dengan tartil (lambat dan teratur) dan tadabbur (pengkajian dan pemahaman).
Ini tidak hanya tentang membaca Al-Qur’an, tetapi juga menggali makna dan hikmah yang terkandung di dalamnya.
Di satu sisi, tilawah memberi penekanan pada keterampilan teknis membaca Al-Quran, yang penting untuk menjaga keaslian teks.
Di sisi lain, tadarus menekankan pada pemahaman yang mendalam terhadap makna ayat dan pesan yang terkandung di dalamnya, yang penting untuk mendapatkan wawasan spiritual dan pedoman hidup.
Dalam konteks riwayat yang disampaikan oleh Abu Hurairah ra di atas, kedua pendekatan ini memiliki nilai yang sama-sama penting.
Membaca dan mengkaji Al-Qur’an tidak hanya membawa ketenangan dan rahmat, tetapi juga memperoleh keberkahan dan kehormatan di hadapan Allah.