Nabi Shaleh pun menjelaskan larangan untuk mengganggunya, dan azab akan menimpa bilamana melanggarnya. Hal ini dinarasikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya:
وَيٰقَوْمِ هٰذِهٖ نَا قَةُ اللّٰهِ لَـكُمْ اٰيَةً فَذَرُوْهَا تَأْكُلْ فِيْۤ اَرْضِ اللّٰهِ وَلَا تَمَسُّوْهَا بِسُوْٓءٍ فَيَأْخُذَكُمْ عَذَا بٌ قَرِيْب
“Dan wahai kaumku! Inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat untukmu, sebab itu biarkanlah dia makan di Bumi Allah, dan janganlah kamu mengganggunya dengan gangguan apa pun yang akan menyebabkan kamu segera ditimpa (azab).” (QS. Hud : 64)
Alih-alih mematuhi kesepakatan, mereka justru mengganggu unta itu. Bahkan mukjizat unta itu dibunuh dengan diiringi kesombongan untuk mendatangkan ancaman berupa kebinasaan.
Allah pun menunjukkan bukti kebenarannya, dengan memusnahkan para penolak ajaran Nabi Shalih. Hal ini ditegaskan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya:
فَعَقَرُوْهَا فَقَا لَ تَمَتَّعُوْا فِيْ دَا رِكُمْ ثَلٰثَةَ اَ يَّا مٍ ۗ ذٰلِكَ وَعْدٌ غَيْرُ مَكْذُوْبٍ
“Maka mereka menyembelih unta itu, kemudian dia (Shaleh) berkata, “Bersukarialah kamu semua di rumahmu selama tiga hari. Itu adalah janji yang tidak dapat didustakan.” (QS. Hud : 65)
Penolakan atas ajaran itu langsung dibayar tunai oleh Allah. Mereka meminta bukti hanya sebagai siasat untuk menolak kebenaran yang disampaikan oleh utusan-Nya.
Oleh karena penolakannya yang begitu besar kepada utusan-Nya, maka Allah menghinakan kaumnya dengan azab yang keras.