Orientasi Profetik dan Godaan Dunia
Ilustrasi foto: basaltnapa
UM Surabaya

Allah menggariskan kemuliaan bagi hamba-Nya yang mengorientasikan dirinya kepada akhirat.

Namun kenikmatan duniawi membelokkannya dan menjadi godaan yang menutup jalan ke arah akhirat.

Akhirat dan Kemuliaan

Allah mengabarkan kepada nabi dan para sahabatnya bahwa akhirat merupakan tujuan hidup kaum muslimin.

Buahnya akan mereka nikmati berupa tiga kenikmatan yang kekal, yakni surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, pasangan-pasangan yang suci, serta rida Allah.

Hal ini diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :

قُلْ اَؤُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرٍ مِّنْ ذٰ لِكُمْ ۗ لِلَّذِيْنَ اتَّقَوْا عِنْدَ رَبِّهِمْ جَنّٰتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَ نْهٰرُ خٰلِدِيْنَ فِيْهَا وَاَ زْوَا جٌ مُّطَهَّرَةٌ وَّرِضْوَا نٌ مِّنَ اللّٰهِ ۗ وَا للّٰهُ بَصِيْرٌ بِۢا لْعِبَا دِ

“Katakanlah, “Maukah aku kabarkan kepadamu apa yang lebih baik dari yang demikian itu?” Bagi orang-orang yang bertakwa (tersedia) di sisi Tuhan mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan pasangan-pasangan yang suci, serta rida Allah. Dan Allah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (QS. Ali ‘Imran: 15)

Para sahabat berjuang bersama nabi untuk memilih orientasi akhirat. Mereka berjuang dengan hartanya dan bahkan meninggalkannya guna menetapi jalan akhirat.

Mereka rela meninggalkan rumah dan hartanya karena diusir oleh orang-orang kafir Quraisy.

Allah pun memberikan kemenangan kepada mereka dan jaminan surga serta kenikmatan dunia berupa kekayaan sebagai buah penaklukan kota-kota yang mereka dakwahi.

Buah perjuangan para sahabat dinikmati oleh kaum muslimin di mana ajaran-ajaran Islam bisa sampai ke berbagai penjuru dunia.

Pantas apabila Allah memuliakan mereka karena bibit yang tanam terjadi berbuah di berbagai tempat.

Dunia dan Penghalang Akhirat

Manusia profetik akan dipalingkan oleh kenikmatan dunia sehingga melepaskan ikatan akhiratnya.

Manusia yang memiliki kecondongan pada dunia dan tidak kuat orientasi akhiratnya, maka dia telah mempersiapkan diri untuk meninggalkan predikat kemuliaan profetik menuju kehinaan abadi.

Dunia memang hijau dan manis, sehingga banyak manusia terpukau dan menikmatinya hingga melalaikan orientasi akhiratnya.

Alqutan menggambarkan enam kenikmatan dunia yang menggiurkan manusia dan memutus ikatan atau orientasi akhirat, berupa, perempuan, anak-anak, harta berupa emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang.

Hal ini dinarasikan Allah sebagaimana firman-Nya:

زُيِّنَ لِلنَّا سِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَآءِ وَا لْبَـنِيْنَ وَا لْقَنَا طِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَا لْفِضَّةِ وَا لْخَـيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَا لْاَ نْعَا مِ وَا لْحَـرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَا عُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۚ وَا للّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰ بِ

“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS. Ali ‘Imran: 14)

Atas enam kenikmatan itu, manusia bukan hanya tergiur, tetapi menjatuhkan dirinya untuk mengejar dan menaklukkannya.

Alih-alih menaklukkannya, mereka justru disengsarakan dan dihancurkan. Sehingga dirinya menjadi hina dan budak dunia.

Bentuk kehinaan itu di antaranya, karena melepaskan diri dari ikatan akhirat. Mereka sulit untuk kembali mengorientasikan diri pada akhirat.

Diperintahkan untuk berbuat untuk kepentingan akhirat pun tertahan. Harta yang dimilikinya tidak memuluskan dirinya untuk peduli kepada orang miskin atau membutuhkannya.

Bahkan keluarga terdekatnya pun tidak mendapat manfaat atas kekayaannya.

Ketika orientasi sudah kepada dunia, maka mereka telah menghinakan dirinya. Karena dunia telah mengarahkan untuk menolak kebenaran.

Fir’aun, Hamman, dan Qarun merupakan contoh manusia yang orientasi dunia ya sangat kental sehingga apa pun yang datang dari Nabi Misa selalu ditentangnya.

Kekayaannya bukan untuk menyelamatkan diri dari azab tetapi justru mengundang azab di dunia dan akhirat.

Manusia profetik tidaklah meninggalkan tetapi menggunakan dunia untuk memperkukuh nilai-nilai akhirat di dunia. Mereka menjual dunianya untuk mengejar akhiratnya. (*)

Penulis: Dr. SLAMET MULIONO REDJOSARI, Wakil Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Jawa Timur

 

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini