Ketiga, kesadaran bahwa berjamaah dan kebersamaan itu indah dan berkah. Puasa itu susah, bagaimana tidak susah, seseorang harus meninggalkan sesuatu yang halal, menahan lapar dan dahaga.
Namun, kesusahan itu terasa nikmat dan ringan karena kita kerjakan secara berjamaah atau bersama-sama.
Salat qiyamur Ramadan (tarawih) itu berat, 11 rakaat dan bahkan ada yang lebih dari itu. Namun karena kita kerjakan secara bersama-sama, maka salat yang berat itu terasa menjadi ringan.
Berjamaah dan kebersamaan adalah merupakan identitas umat Islam, idealnya umat Islam adalah umat yang satu sehingga memiliki kekuatan. Allah SWT berfirman:
وَإنَّ هذِه أُمتُكُم أمةً وَاحِدَةً وأَنَا رَبُّكُم فَاعْبُدُوْنِ (الأنبياء:92)
“Sesungguhnya (agama tauhid) ini adalah agama kamu semua; umat (agama) yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku”. (QS Al Anbiya’:92)
Realitas sekarang, umat Islam masih belum bisa bersatu. Umat ini masih bercerai-berai karena persoalan-persoalan kecil.
Karena itu, umat ini terlihat lemah meskipun jumlahnya besar, tidak punya kekuatan dan mudah dikalahkan oleh umat-umat yang lain.
Ramadan menyadarkan kita untuk bersatu dan berjamaah dengan benar, meskipun beda pilihan dalam pemilu kemarin, ternyata semuanya tetap menjalankan puasa secara bersama-sama.
Berjamaah yang benar adalah dengan menjadikan Islam sebagai pijakan dan pegangan hidup, dengan hanya berkomitmen kepada Islam.
Sementara perkumpulan atau organisasi hanyalah sarana atau media untuk berdakwah dan mengajak kepada kebaikan.
Tidak ada fanatisme golongan, semua muslim dari kelompok manapun tetap bersaudara. Rasulullah saw bersabda:
وكونوا عباد الله إخوانا (رواه مسلم)
“Dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara”. (HR Muslim)