UM Surabaya

Ulama berbeda pendapat mengenai maknanya; di antara mereka ada yang mengatakan enggan mengeluarkan zakat, ada yang mengatakan enggan mengerjakan ketaatan, dan ada yang mengatakan enggan memberi pinjaman. Demikianlah menurut apa yang telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.

Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ya’qub ibnu Ibrahim, dari Ibnu Aliyyah, dari Lais ibnu Abu Sulaim, dari Abu Ishaq, dari Al-Haris ibnu Ali, bahwa makna yang dimaksud dengan ayat ini ialah enggan meminjamkan kapak, panci, dan timba kepada orang lain yang memerlu-kannya.

Ikrimah mengatakan bahwa puncak al-ma’un ialah zakatul mal, sedangkan yang paling rendahnya ialah tidak mau meminjamkan ayakan, timba, dan jarum. Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Ibnu Abu Hatim. Pendapat yang dikemukakan oleh Ikrimah ini baik, karena sesungguhnya pendapatnya ini mencakup semua pendapat yang sebelumnya, dan semuanya bertitik tolak dari suatu hal, yaitu tidak mau bantu-membantu baik dengan materi maupun jasa (manfaat).

Karena itulah disebutkan oleh Muhammad ibnu Ka’b sehubungan dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma’un: 7) Bahwa makna yang dimaksud ialah tidak mau mengulurkan kebajikan atau hal yang makruf.

Di dalam sebuah hadis disebutkan:

«كُلُّ مَعْرُوفٍ صَدَقَةٌ»

“Tiap-tiap kebajikan adalah sedekah.”

Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa’id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Waki’, dari Ibnu Abu Zi-b, dari Az-Zuhri sehubungan dengan makna firman-Nya: dan enggan (menolong dengan) barang berguna. (Al-Ma’un: 7) Al-ma’un menurut dialek orang-orang Quraisy artinya materi (harta).

Sehubungan dengan hal ini telah diriwayatkan sebuah hadis yang garib lagi aneh sanad dan matannya.

Untuk itu, Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku dan Abu Zar’ah, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Qais ibnu Hafs, Ad-Darimi, telah menceritakan kepada kami Dalham ibnu Dahim Al-Ajali, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Rabi’ah An-Numairi, telah menceritakan kepadaku Qurrah ibnu Damus An-Numairi, bahwa mereka menjadi delegasi kaumnya kepada Rasulullah, lalu mereka berkata, “Wahai Rasulullah, apakah yang akan engkau wasiatkan kepada kami?” Rasulullah menjawab, “Janganlah kamu enggan menolong dengan al-ma’un.”

Mereka bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan al-ma’un itu?” Rasulullah  menjawab, “Dengan batu, besi, dan air.” Mereka bertanya, “Besi yang manakah?” Rasulullah menjawab, “Panci kalian yang terbuat dari tembaga, kapak yang terbuat dari besi yang kamu gunakan sebagai sarana bekerjamu.”

Mereka bertanya, “Lalu apakah yang dimaksud dengan batu?” Rasulullah menjawab, “Kendil kalian yang terbuat dari batu.” Hadis ini garib sekali dan predikat marfu ‘-nya munkar, dan di dalam sanadnya terhadap nama perawi yang tidak dikenal; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.

Ibnul Asir di dalam kitab As-Sahabah telah menyebutkan dalam biografi Ali An-Numairi; untuk itu ia mengatakan bahwa Ibnu Mani’ telah meriwayatkan berikut sanadnya sampai kepada Amir ibnu Rabi’ah ibnu Qais An-Numairi, dari Ali ibnu Fulan An-Nuamairi, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda:

«الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ إِذَا لَقِيَهُ حَيَّاهُ بِالسَّلَامِ وَيَرُدُّ عَلَيْهِ مَا هُوَ خَيْرٌ مِنْهُ لَا يَمْنَعُ الْمَاعُونَ»

“Orang muslim adalah saudara orang muslim lainnya; apabila mangucapkan salam, maka yang disalami harus menjawabnya dengan salam yang lebih baik darinya, ia tidak boleh mencegah al-ma’un.”

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini