“Pak Haedar sebenarnya bukan hanya sosiolog, beliau paham antropologi dan sejarah. Beliau sangat memahami perbedaan budaya dalam masyarakat, serta menguasai lekuk Sejarah Indonesia, bukan hanya mengingat tanggal dan jam, melainkan juga memberi makna dari setiap peristiwa sejarah,” ungkap Guru Besar Pendidikan Matematika Unismuh Makassar itu.
Dengan latar belakang tersebut, menurut Irwan, sangat wajar jika Haedar mampu menawarkan konsep moderasi yang sejalan dengan karakter sosiologis masyarakat Indonesia.
“Moderasi beragama, oleh beberapa kalangan ditafsirkan dengan caara berbeda. Menurut saya, moderasi beragama intinya satu, bagaimana Islam menjadi rahmatan lil alamin. Persoalannya, bagaimana menjadikan Islam menjadi rahmatan lil alamin? Itulah tugas kita semua,” tutup Irwan Akib.
Salah satu pembicara yang dijadwalkan, yakni Dr Ashabul Kahfi, yang merupakan Ketua Komisi VIII DPR RI, batal menjadi pembicara dalam diskusi ini. Namun melalui pesan singkat, Ashabul Kahfi memberikan apresiasi atas gagasan moderasi keindonesiaan yang ditawarkan Haedar Nashir.
“Pak Haedar Nashir menawarkan Jalan Baru Moderasi Beragama yang tidak hanya berfokus pada moderasi beragama tetapi juga mengintegrasikan konsep tersebut dalam prinsip-prinsip kebangsaan dan keindonesiaan. Beliau menekankan pentingnya Pancasila sebagai dasar moderasi sosial-politik dan ekonomi, serta memajukan ide moderasi dalam konteks pembangunan nasional yang lebih luas. Hal itu dapat menjadi kunci untuk memperkuat kesatuan dan kemajuan Indonesia,” ungkapnya.
Diskusi yang disiarkan langsung TVMu ini berakhir pukul 22.30 WITA. Acara ini diikuti ratusan peserta, yang sebagaian besar merupakan aktivis Angkatan Muda Muhammadiyah. Tampak hadir pula, Wakil Ketua PWM Sulsel Dr Panca Nurwahidin, dan Ketua Majelis Dikdasmen PWM Sulsel Erwin Akib PhD. (hadi/cris/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News