Larangan Meminta-minta kepada Orang Lain
foto: getty images
UM Surabaya

*) Oleh: Drs. Muhammad Nashihudin MSi,
Ketua Majelis Tabligh PDM Jakarta Timur

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

يَسْــئَلُوْنَكَ مَا ذَا يُنْفِقُوْنَ ۗ قُلْ مَاۤ اَنْفَقْتُمْ مِّنْ خَيْرٍ فَلِلْوَا لِدَيْنِ وَا لْاَ قْرَبِيْنَ وَا لْيَتٰمٰى وَا لْمَسٰكِيْنِ وَا بْنِ السَّبِيْلِ ۗ وَمَا تَفْعَلُوْا مِنْ خَيْرٍ فَاِ نَّ اللّٰهَ بِهٖ عَلِيْمٌ

“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan.” Dan kebaikan apa saja yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah 2: Ayat 215)

Syarah Bulughul Maram, Hadits No. 528

Hukum Meminta-minta

Dari Ibnu Umar radhiallahu anhu, dia berkata, Rasulullah saw bersabda:

لَا تَزَالُ الْمَسْاَلَةُ بِاَحَدِكُمْ حَتّٰى يَلْقَى اللّٰهَ وَلَيْسَ فِيْ وَجْهِهٖ مُزْعَةُ لَحْمٍ

“Seorang laki-laki yang senantiasa meminta-minta kepada orang lain, maka kelak pada hari Kiamat akan datang dan pada wajahnya tidak ada sedikit daging pun.” (Muttafaq alaih)

Kosa Kata Hadis:

Muz’ah: yaitu potongan daging ukurannya sebesar gumpalan darah.

Al-Khathabi berkata, “Kemungkinan orang yang seperti itu kelak akan muncul dalam keadaan hina, tidak memiliki kehormatan dan pangkat atau juga mendapatkan siksaan pada wajahnya sehingga daging yang menempel pada wajahnya mengelupas karena kerasnya hukuman tersebut.

Dalam sebagian naskah tertulis mudhghah (segumpal darah), keduanya berarti potongan kecil daging.

Hal-Hal Penting Hadis:

1. Hadis di atas mengandung pengertian mengenai orang yang meminta-minta kepada orang lain demi memperbanyak harta, bukan karena kebutuhan dan tidak sesuai dengan yang digariskan oleh ayat-ayat Al-Qur’an yang mengukuhkan kebolehan meminta-minta pada saat membutuhkan saja. Di antaranya adalah firman Allah,

Dan terhadap orang yang meminta-minta, maka janganlah kamu menghardiknya. (Adh-Dhuha [93:10])

2. Hadis di atas menunjukkan diharamkannya meminta-minta kepada orang lain karena kebutuhan, seperti untuk memperkaya diri.

3. Kecukupan atau kekayaan berada pada harta yang sudah ada, pada hasil dari modal yang diputar untuk mencukupi kebutuhan hidup, pada pekerjaan seseorang di mana ia bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan memperkaya diri.

Dengan demikian haram hukumnya meminta-minta kepada orang lain.

4. Balasan amal perbuatan sesuai dengan jenis amal perbuatan itu sendiri. Di mana bentuk wajahnya yang ia gunakan untuk meminta-minta dan menghadapi orang lain, maka siksa yang diberikan pada Hari Kiamat ditancapkan pada wajahnya.

Al-Khathabi berkata, “Hal tersebut dapat berarti si pelaku tidak memiliki kehormatan, dan juga bisa berarti si pelaku disiksa sampai dagingnya mengelupas sebagai hukuman yang diberikan di tempat kejahatan yang ia lakukan (wajah), karena ia sendiri yang menghinakan wajahnya dengan meminta-minta.

5. Di dalam hadis ini terdapat kemiripan kondisi si pelaku di akhirat dan kondisinya di dunia saat ia meminta-minta.

Sesungguhnya orang yang meminta-minta ketika ia melakukannya, ia menggunakan mimik wajahnya yang hina, memelas dan tampak lelah, dan memilukan.

Keringat bercucuran saat ia meminta-minta. Lalu pada hari Kiamat ia muncul dengan wajah terlihat lelah, sama dengan saat ia meminta-minta.

6. Para ulama berkata, “Sesungguhnya keharaman meminta-minta kepada orang lain yang bukan karena kebutuhan dibatasi dengan meminta-minta kepada penguasa.

Dengan demikian, sesungguhnya meminta-minta kepada penguasa tidak haram hukumnya, sekalipun ia tidak membutuhkan.

Meminta-minta kepada penguasa tidak hina karena si pelaku meminta haknya, yaitu hak yang ada pada Baitul Mal. Dan seorang penguasa tidak boleh melarang peminta-minta tersebut.”

7. Apabila seseorang mendapatkan sedekah dari orang lain atau seseorang menghadiahkan harta warisan dan harta-harta lainnya yang terdiri dari harta yang bersumber dari cara-cara yang halal dan haram.

Apabila sesuatu yang dimakan atau yang dihadiahkan adalah barang yang diperoleh dari cara-cara yang haram, maka ia tidak halal hukumnya.

Sementara apabila harta tersebut bukan barang yang diperoleh dari cara-cara yang haram, maka ia tidak haram. Anda boleh mengambilnya dan pemiliknya berdosa. Tetapi lebih utama membebaskan diri dari hal itu, kecuali seseorang membutuhkannya, maka ia tidak mengapa.

Kesimpulan

Keputusan majelis jawatan ulama besar (123) tanggal 24/10/1404 H.

Setelah menelaah kondisi orang-orang yang meminta-minta, maka di antara mereka ada yang benar-benar membutuhkan, ada yang menjadikan perilaku meminta-minta sebagai pekerjaan, padahal ia masih mampu bekerja dengan cara-cara yang sah dan di antara mereka.

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini