UM Surabaya

***

Secara bahasa, fitrah berasal dari kata fathara–yafthuru–fathr[an] wa fithrat[an] yang berarti: pecah, membelah, terbuka, mencipta. Jika dikatakan, Fathar Allâh, artinya Allah menciptakan.

Sehingga dapat difahami bahwa kata itu digunakan untuk penciptaan atau kejadian sejak awal. Sehingga fithrah manusia adalah kejadiannya sejak semula atau bawaan sejak ia lahir.

Di dalam Al-Qur’an, kata ini dalam berbagai bentuk turunan -akar kata- nya terulang sebanyak 28 kali, empat belas di antaranya dalam konteks uraian tentang bumi dan langit (seperti QS. al-An’am: 79 ; al-Anbiya’: 56 ; Yusuf: 101 ; Ibrahim: 10 ; Fathir: 1, dan lain-lain).

Sisanya dalam konteks penciptaan manusia baik dari sisi pengakuan bahwa penciptanya adalah Allah, maupun dari segi uraian tentang fithrah manusia (seperti QS. al-Isra’: 51 ; Thaha: 72 ; Hud: 51 ; Yasin: 22 ; al-Zukhruf: 27 ; ar-Rum: 30, dan lain-lain).

Uraian tentang fitrah manusia secara spesifik ditemukan sekali, dan satu-satunya yang memakai kata fitrah, yaitu pada surah ar-Rum ayat 30: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”.

Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar.

Merujuk kepada fitrah yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa manusia sejak asal kejadiannya telah membawa potensi beragama yang lurus, yaitu tauhid. Fitrah juga adalah bagian dari khalq (penciptaan) Allah.

Lalu mengapa agama tauhid (Islam) itu adalah fitrah Allah untuk manusia?

Jawabannya adalah bahwa pokok kepercayaan di dalam Islam itu sesuai atau cocok dengan fitrah akal manusia; sedangkan peraturan dan hukum-hukumnya juga dapat dimengerti oleh akal manusia dan untuk kemaslahatannya, sehingga tidak ada satu pun doktrin dalam peraturan hukum Islam yang menyalahi fitrah manusia. Demikian penjelasan pakar tafsir dari Tunisia, Muhammad al-Thahir ibn ‘Asyur (1879-1973 M) dalam tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir.

Jika fitrah manusia pada dasarnya telah mengenal Allah dan wujud-Nya, orang boleh bertanya, bagaimana caranya fitrah manusia mengenal Sang Pencipta?

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini