Seni budaya masih menjadi hal yang simpang siur dalam agama Islam, Bagaimana pandangan Muhammadiyah dalam hal ini?
Dalam tausyiah yang disampaikan oleh Afifun Nidlom MPd MH di channel youtube Direktorat AIK Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) membahas lengkap permasalahan seni budaya dalam perspektif Islam berdasarkan buku pedoman hidup islami warga Muhammadiyah yang diterbitkan oleh pimpinan pusat Muhammadiyah.
“Kalau disimak dari hadis Nabi Muhammad SAW diriwayatkan Bukhari riwayat Imam muslim salah satu hadis mengatakan, “Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wasallam pernah bersabda untuk para pembuat gambar di hari kiamat dikatakan kepada mereka hidupkanlah apa yang telah kamu ciptakan,” ungkap dia.
Nidlom lalu menjelaskan, Ibnu Abbas menyatakan, saya mendengar Rasulullah bersabda setiap pembuat gambar mereka berada di dalam neraka mereka menjadikan apa yang telah dia gambar harus dibuatkan nyawa maka nanti di hari Kiamat mereka disuruh untuk menghadirkan dan diberi nyawa untuk apa yang mereka buat.
“Mereka tidak akan pernah bisa (memberi nyawa pada apa yang digambar) karena kita hanya manusia biasa dan kita tidak bisa memberikan nyawa kepada suatu gambar tersebut, karena itu kemudian orang pembuat gambar itu akan diazab di neraka jahanam,” papar Nidlom
Namun diriwayat yang berbeda telah diceritakan oleh sayyidah Aisyah.
”Sayyidah Aisyah itu senang bermain boneka, tentu boneka memiliki bentuk dan fisik yang menyerupai. Ketika Ia bermain boneka bersama teman-temannya, Rasulullah SAW datang. Semua teman Aisyah menyembunyikan bonekanya karena takut dimarahi. Tapi ternyata Rasul tidak marah dan meminta mereka melanjutkan permainan,” papar wakil sekretaris Majelis Tabligh Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jatim ini.
Menurut Nidlom, tentu di sini menimbulkan sebuah pertentangan hadis. Sedangkan nabi juga pernah menyatakan bahwa malaikat tidak akan masuk rumah yang di dalamnya ada gambar apalagi yang berbentuk makhluk hidup.
Adapun riwayat yang menyatakan gambar itu diperbolehkan jika di atas kain, nah tentu ini mewujudkan sebuah problematik.
“Jika tidak diperbolehkan secara mutlak, tentu Nabi Muhammad tidak akan mentoleransi Aisyah bermain-main dengan sesuatu yang haram. Berarti di sini ada hukum illat pada kausa hukumnya kalau gambar itu mengantarkan pada suatu kesyirikan maka pasti hukumnya haram,” papar dia.
“Kalau seni itu melahirkan kepada sesuatu kebaikan sekalipun mungkin tidak pada tingkatan mendekatkan diri kepada Allah, maka diperbolehkan,” imbuh Nidlom.
Problematika ini sama halnya ketika Allah memberikan kekuasaan kepada Nabi Sulaiman yang mampu menundukkan para jin.
“Oleh Nabi Sulaiman para jin itu diminta untuk membuat gedung dan patung-patung maka tidak mungkin nabi yang Maksum melakukan hal yang haram dan tidak akan Allah ceritakan peristiwa Nabi Sulaiman tersebut dalam Al-Qur’an sebagai pedoman,” terang Nidlom.
Maka, hukum seni itu kembali pada tujuan niat awal kita yang paling dalam apakah untuk ketaatan ataukah untuk kesyirikan, untuk kebaikan ataukah untuk kemudaratan. (rani syahda)