Bagi sebagian orang, mudik saat lebaran tidak sekedar menjadi momen silaturahmi. Ia tidak sekadar mengunjungi kedua orang tua dan kerabat, tetapi ada sesuatu yang harus ditampilkan untuk mengesankan bahwa dirinya sudah naik level.
Sebaliknya, ada yang mengurungkan diri untuk mudik, karena merasa belum bisa naik kelas melampaui standar. Siapa sejatinya yang membuat standar? Bisa jadi hanya dirinya sendiri, tetapi diidentikkan dengan tradisi tertentu.
Banyak orang enggan untuk mudik saat lebaran karena merasa tidak nyaman dengan bayangan tentang pertanyaan yang nantinya dihadapi. Mulai dari perkara jodoh, pasangan hidup, kehamilan, karier, pekerjaan, profesi dan seterusnya.
Bagi sebagian orang, pertanyaan itu adalah bagian dari keramahan. Tetapi bagi sebagian yang lain, itu hal yang tidak pantas, sangat menganggu, karena telah mengulik privasi seseorang. Masalah akan selalu muncul, karena standar penilaian itu tidak pernah diakui secara seragam.
Anak perempuan saya yang sedang berjibaku mencari kampus untuk kuliah, ternyata juga mengalami keengganan serupa. Awalnya, dia enggan untuk ikut mudik karena malas menghadapi pertanyaan tentang nilai sekolah, jurusan yang akan dipilih, kampus yang sudah berhasil dimasuki.
”Pokoknya ribet deh, Pak,” demikian keluhnya. Ternyata, praduganya salah. Alih-alih ada pertanyaan tentang itu, isi dompetnya menjadi lebih tebal saat kembali ke Ciputat.
Ketika saya melihat perkara prasangka itu dengan pikiran dan hati jernih, saya bisa menemukan jawaban jujur, bahwa kekhawatiran yang kerap muncul di dalam pikiran saya, belum tentu sepenuhnya karena kebenaran pandangan orang lain.
Sangat mungkin, kegelisahan yang saya alami sebenarnya adalah buah dari imajinasi dan rekayasa pikiran liar. Ia terus tumbuh subur sehingga seolah-olah benar adanya.
Memiliki Kemerdekaan
Saya sering menjalani suatu masa di mana hidup ini terasa begitu sempit, ruwet, sumpek, serba muram, hanya karena isi kepala saya telah dipenuhi oleh berbagai prasangka buruk yang tumbuh secara liar.
Ketika saya gagal untuk merawat dan mendudukkannya pada tempat yang tepat, maka prasangka-prasangka itu telah menjelma menjadi nyata.