Muhammadiyah, Gerakan Pembaruan, dan Era Digital

Apa yang bisa kita katakan tentang suatu organisasi yang memiliki anggota dan simpatisan diperkirakan 65 juta orang (plus 1,5 juta di luar negeri), 170 perguruan tinggi, rumah sakit dan klinik sejumlah 364, 29 cabang di luar negeri (PCIM), dan beberapa lembaga pendidikan di luar negeri?

Apa yang kita bisa harapkan pada saat organisasi ini memperkuat konsolidasinya untuk mencapai misi-misinya?

Saya menyebut “kita” artinya termasuk warga di luar Muhammadiyah karena misinya pasti berdampak signifikan bagi bangsa ini.

Modal Sosial Keagamaan

Organisasi Muhammadiyah dapat memiliki unit-unit kegiatan semasif itu dan kekayaan wakaf yang sangat besar itu sejak didirikan tahun 1912 karena modal sosial yang berbasis keagamaan.

Warga memberikan sumbangan materi, tenaga dan pikiran di pelbagai unit dan tingkatan karena latar belakang keyakinan agama dan penerimaan atas misi Muhammadiyah yaitu kesejahteraan umat.

Satu kekuatan Muhammadiyah adalah ada dan hidupnya wadah-wadah kegiatan kolektif. Ini adalah sesuatu yang penting untuk dipertahankan, apalagi di era digital.

Era ini memperbesar kebebasan individu dalam membuat keputusan individual, namun juga menciptakan kekuatan sentrifugal bagi aksi kolektif.

Digitalisasi memang memudahkan koordinasi, namun digitalisasi tidak begitu saja bisa menumbuhkan rasa tanggung jawab kolektif yang membutuhkan identitas bersama.

Modal istimewa lain dari Muhammadiyah adalah bahwa unit-unit kegiatan Muhammadiyah sungguhnya adalah rekaman data, informasi, pengalaman, dan keahlian.

Rumah Sakit Muhammadiyah yang kebanyakan dibangun dari kewiraswastaan sosial masyarakat di tingkat lokal adalah rekaman tentang penyakit masyarakat terutama kelas menengah bawah, bagaimana membangun modal lokal, komunikasi dan pelibatan dengan masyarakat, dan sebagainya.

Baitut Takwil Muhammadiyah, koperasi di tingkat lokal adalah rekaman tentang masyarakat ekonomi kerakyatan dan kebutuhan masyarakat menengah bawah.

Perguruan tinggi Muhammadiyah, meski banyak yang masih bersifat pelayanan bagi kaum muda mahasiswa yang bermodal terbatas, namun beberapa di antaranya telah terlibat dengan kerja sama internasional terkait kehidupan keagamaan.

Namun modal sosial bukan bergerak semata karena kesamaan gagasan dan kultural. Modal sosial harus mempunyai basis organisasi yang mengelola upaya kolektif ini.

Pengorganisasian akan menentukan ke arah mana dampak dari kerja kolektif ini. Kepengurusan yang baru tampak sangat menyadari pentingnya perbaikan pengelolaan organisasi besar ini.

Sasarannya bukan hanya perbaikan dalam penguatan organisasi dan pengorganisasian sumber daya di dalam Muhammadiyah namun juga untuk menghadapi berbagai tantangan yang dihadapi masyarakat secara aktual.

Tantangan dalam Memperkuat

Bangsa ini secara umum sedang kehilangan daya pembaruannya. Di sektor publik, reformasi birokrasi seperti berjalan di tempat. Sebagian disebabkan gerak bertahan dan penyesuaian karena pandemi, namun juga disebabkan karena tidak ada dorongan dan formulasi baru memperbaharui manajemen publik.

Ruang publik terlalu lelah diributkan dengan kekecewaan dalam berbagai kebijakan dan perilaku pejabat publik. Perguruan tinggi yang seharusnya diandalkan sebagai pendorong gagasan pembaharuan tidak mendapat dukungan negara yang tepat, malah lebih mendapat beban yang menggerogoti raison d’etre-nya. Dunia bisnis dihantam pandemi dan ada persoalan dominasi perusahaan platform.

Syarat perbaikan adalah adanya pendekatan reflektif disertai mekanisme untuk melakukannya, serta kemampuan mengambil tindakan perubahan. Ini juga berlaku untuk organisasi sebesar Muhammadiyah jika ingin memperkuat dirinya.

Pengalaman dan data sesungguhnya sudah ada untuk dikonstruksikan kembali. Kesadaran penggunaan digital sudah diperluas untuk perbaikan data, sosialisasi, dan pelayanan. Namun ini digitalisasi harus diletakkan pada suatu pendekatan rekonstruksi pengetahuan (knowledge).

Sebagai contoh, Muhammadiyah telah memiliki pengalaman dalam mengelola sumber daya lokal dalam pelayanan kesehatan. Dengan pengalaman ini, organisasi ini bisa memilih satu dua fokus pelayanan kesehatan yang akan menjadi flagship, misalnya pengelolaan kesehatan komunitas dan penyakit terkait saluran pernafasan.

Pengalaman dalam masalah-masalah ini dikaitkan dengan fokus pengetahuan yang dikembangkan di beberapa perguruan tinggi organisasi ini. Dengan cara ini sekaligus perguruan tinggi mendapat data yang sangat kaya mengenai penyakit menular rakyat (catatan: jumlah penderita TBC di Indonesia nomor 2 di dunia).

Sekaligus dikembangkan pengetahuan tentang pengelolaan pelayanan kesehatan masyarakat. Jika ini dapat dilakukan, dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia bisa menjadi salah satu pusat pembelajaran kesehatan, di samping tentu saja keuntungan kesehatan bagi masyarakat luas.

Muhammadiyah juga bisa mengembangkan gagasan tentang ekonomi kerakyatan yang jauh lebih baik dari skema-skema yang dikembangkan pemerintah yang sering akontekstual.

Organisasi ini mempunyai pengalaman, informasi dan jaringan tentang kewiraswastaan lokal. Ini bisa menjadi dasar untuk mengembangkan ekonomi frugal yaitu jenis jaringan produksi yang mengonstruksikan produksi dan distribusi yang sederhana namun memenuhi mutu yang cukup baik.

Ekonomi frugal bisa menggerakkan perekonomian rakyat dan memenuhi kebutuhan rakyat sederhana. Tentu diperlukan pembentukan pengetahuan tentang skema-skema yang tepat.

Sangat mungkin dibutuhkan kerja sama dengan berbagai pihak. Tapi ini sejalan dengan visi pengembangan 2020-2027 tentang sinergi dengan berbagai pihak. Pemerintah seharusnya membantu proses ini karena dampak pembangunannya yang besar.

Tantangan kedua adalah mencari berbagai formula penggunaan kekayaan Muhammadiyah, baik berupa uang atau barang tidak bergerak. Muhammadiyah sudah menerapkan dana zakat dalam kerangka konsep pemberdayaan, tinggal memperluas dan memperbaiki konsepnya.

Ada dua hal yang lebih membutuhkan upaya dalam mengembangkan gagasan tentang pemanfaatan kekayaan, yaitu alokasi dana untuk ekosistem dari pemberdayaan dan penggunaan yang lebih variatif dalam properti.

Keduanya menyangkut bukan hanya pencarian formula yang realistis namun juga membutuhkan upaya konsolidasi di dalam organisasi dalam mengembangkan gagasan baru.

Gerakan pembaruan dalam Muhammadiyah sebenarnya bisa berdampak melebihi peningkatan kesejahteraan ekonomi dan sosial bagi masyarakat. Dampak yang tidak terlihat secara fisik adalah rasionalisasi gerakan kolektif masyarakat berbasis nilai keagamaan.

Masyarakat hanya bisa maju jika mempunyai orientasi dan cara kerja berbasis pembaruan. Ini sangat berarti di tengah kehidupan politik yang mengganggu pembaharuan institusi-institusi publik untuk pelayanan masyarakat, organisasi non pemerintah yang tampak kehilangan orientasi, dan dunia bisnis yang sedang menghadapi disrupsi digital. (*)

*Penulis: Meuthia Ganie-Rochman, Sosiolog Organisasi, Universitas Indonesia. Saat ini menjadi Wakil Sekretaris I Lembaga Hubungan dan Kerja Sama Internasional (LHKI) PP Muhammadiyah Periode 2022-2027.

(Artikel ini juga dimuat di muhammadiyah.or.id)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini