Pertanyaan tentang siksa kubur dalam Islam telah lama menjadi bahan diskusi yang cukup panjang. Beberapa ulama dan cendekiawan Islam berpendapat bahwa keyakinan terhadap siksa kubur adalah bagian integral dari akidah.
Salah satu hadis yang sering dikutip untuk mendukung keyakinan ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Abbas, di mana Nabi Muhammad SAW melewati dua kuburan dan menyatakan bahwa kedua individu tersebut disiksa dalam kuburannya masing-masing. Salah satunya karena tidak menjaga kebersihan dari air kencingnya, sedangkan yang lainnya karena suka mengadu domba.
إِنَّهُمَا لَيُعَذَّبَانِ وَمَا يُعَذَّبَانِ فِي كَبِيرٍ أَمَّا أَحَدُهُمَا فَكَانَ لَا يَسْتَتِرُ مِنْ الْبَوْلِ وَأَمَّا الْآخَرُ فَكَانَ يَمْشِي بِالنَّمِيمَةِ ثُمَّ أَخَذَ جَرِيدَةً رَطْبَةً فَشَقَّهَا بِنِصْفَيْنِ ثُمَّ غَرَزَ فِي كُلِّ قَبْرٍ وَاحِدَةً فَقَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ لِمَ صَنَعْتَ هَذَا فَقَالَ لَعَلَّهُ أَنْ يُخَفَّفَ عَنْهُمَا مَا لَمْ يَيْبَسَا
“Sesungguhnya keduanya tidak disiksa kubur karena sebab yang besar. Satu di antara keduanya disiksa karena tidak bersih dari air kencingnya, dan yang satu lagi karena suka mengadu domba. ” Kemudian Nabi meminta untuk diambilkan pelepah kurma dan membelahnya menjadi dua, selanjutnya beliau bersabda: “Mudah-mudahan meringankan mereka selama belum kering keduanya.” (HR Bukhari dan Muslim).
Namun, penting untuk dicatat bahwa hadis di atas termasuk dalam kategori ahad, yaitu hadis tunggal yang diriwayatkan secara terbatas. Beberapa pihak menolak penggunaan hadis ahad dalam masalah akidah.
Sebagaimana yang diungkapkan dalam buku “Manhaj Tarjih Muhammadiyah: Metodologi dan Aplikasi” karya Asjmuni Abdurrahman berpendapat bahwa dalam masalah akidah (tawhid), hanya dalil-dalil mutawatir yang dapat diterima. Dalil-dalil umum Al-Qur’an dapat digunakan untuk menafsirkan hadis ahad, kecuali dalam masalah akidah.
Akibat dari penolakan hadis ahad untuk urusan akidah, beberapa pihak menilai bahwa Muhammadiyah dianggap sebagai organisasi yang tidak meyakini adanya siksa kubur. Penekanan pada dalil-dalil mutawatir dan penolakan terhadap hadis ahad dalam urusan akidah telah menimbulkan persepsi bahwa Muhammadiyah cenderung meragukan atau mengabaikan keyakinan adanya siksa kubur tersebut.
Akan tetapi, Wakil Sekretaris Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Cecep Taufiqurrahman, mengoreksi persepsi di atas. Menurutnya, pandangan pribadi Asjmuni Abdurrahman tidaklah menjadi putusan resmi di Majelis Tarjih dan Tajdid. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat penegasan resmi dari Majelis Tarjih yang menyatakan bahwa hanya hadis mutawatir yang digunakan dalam putusan hukum termasuk persoalan akidah.
Faktanya, Himpunan Putusan Tarjih dan Putusan Hukum Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah mencakup penggunaan hadis ahad (baik sahih maupun hasan) sebagai dalil dalam putusan-putusan mereka. Bukti konkret dapat ditemukan dalam Himpunan Putusan Tarjih, khususnya dalam Kitab Iman.
Dalam kitab tersebut, terdapat hadis-hadis ahad yang digunakan sebagai argumentasi dalam putusan hukum, sementara tidak ada satupun hadis yang mencapai derajat mutawatir. Bahkan, beberapa fatwa dalam Tanya Jawab Agama yang dikodifikasi dalam buku tersebut juga banyak mengandalkan hadis ahad.
Misalnya, dalam buku Tanya Jawab Agama jilid kedua, terdapat tema yang membahas tentang “Kehidupan di Alam Kubur.” Dalam buku tersebut, secara tegas tertulis: “Mengenai siksa kubur bagi yang berbuat dosa sesuatu hal yang tidak perlu diragukan lagi, mengingat tuntunan Nabi yang selalu dibaca pada waktu shalat di waktu duduk tahiyyat (akhir) yang mohon perlindungan dari empat hal: yaitu dari siksa Jahannam, siksa kubur, dari fitnah hidup dan fitnah mati serta minta perlindungan dari fitnah dajjal. Dasar tuntunan ini antara lain diriwayatkan oleh Muslim.”
Dengan kutipan tersebut, terlihat bahwa Muhammadiyah, melalui buku Tanya Jawab Agama jilid kedua, mengakui dan menguatkan keyakinan tentang siksa kubur. Mereka mengambil dasar tuntunan dari hadis yang terpercaya, seperti yang diriwayatkan oleh Imam Muslim. Hal ini menunjukkan bahwa Muhammadiyah tidak secara eksplisit menolak keyakinan tentang siksa kubur, melainkan mengakui dan memperkuatnya melalui penafsiran dan pemahaman. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News