UM Surabaya

Evaluasi secara jujur yang didasari dengan kemauan untuk berkembang dengan lebih baik adalah satu hal penting yang perlu dilakukan secara berkala.

Sehingga dalam kurikulum yang telah disiapkan, wawasan Kemuhammadiyahan, wawasan keislaman dan pendidikan bahasa Arab diberikan sekaligus dan tidak terpisah.

Sehingga tidak perlu kader Muhammadiyah harus mencoba-coba menjadi kader lain dulu agar disebut ulama, apalagi sampai para kader muda ini pergi merantau, lalu kembali sebagai orang lain yang justru giat mengkritik Muhammadiyah tanpa menyajikan saran sebagai solusi.

Rasa kurang puas, tuntutan perfeksionis dengan standar organisasi dan kelompok lain, minimnya wawasan bermuhammadiyah, serta kepentingan tertentu adalah faktor intrinsik yang mendorong berbagai macam kritik yang rutin dimunculkan setiap tahun, dengan bantuan sosial media dan reputasi sekelompok orang tersebut, dan bukan realitas di lapangan.

Muhammadiyah tidak akan kekurangan kader mubaligh, kader ulama, atau penerjemah bahasa Arab selama kader-kadernya sendiri mampu memahami Muhammadiyah itu sendiri, mengikuti dinamikanya dan berkomitmen dengan persyarikatan.

Tentu saja dengan tidak mudah terpengaruh dengan komentar hingga standar keulamaan kelompok atau organisasi lain. (*)

*) Artikel ini tayang di suaramuhammadiyah.id

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini