*) Oleh: Dr. Nurbani Yusuf
Tuhan di mana engkau? Kezaliman ini sudah terlalau lama. Dan kami tak bisa membantu selain doa dan uang 100 ribu yang aku titipkan pada lembaga amal.
***
Shalat malamku terhenti pada rakaat ke tiga. Saat terbayang si kecil yang berumur 12 tahun menggendong adiknya yang masih butuh tetek ibunya. Serdadu Israel tanpa ampun memberondong ibunya yang diduga membawa bom bunuh diri. Ibunya bersimbah darah dan mati di depan matanya. Ia pun menjerit sambil memeluk erat adiknya dan berkata: “aku adukan kalian pada Tuhanku”.
Saya tidak akan menarik kejadian ini pada konflik yang bermula dari sentimen agama. Yahudi atau Islam. Tapi soal humanitas. Petaka kemanusiaan akut. Agama hanya alat apalagi sekedar berebut tempat shalat. Agama berubah menjadi sarana marah.
Soal besarnya adalah kenapa agama mengajarkan kekerasan, setidaknya membiarkan pemeluknya melakukan kekerasan atas nama agama. Benarkah demikian. Al Aqsha barangkali merepresentasi anak cucu Ibrahim dari keturunan Ishak dan Ismail berebut legitimasi tanah suci itu. Sesungguhnya kita bersaudara satu bapak lain ibu. Tapi disitulah uniknya. Yang membuat selisih kian rumit layaknya benang kusut.
***
Malam ini saya tak bisa membedakan rasa. Palestina sudah terlalu lama tak kunjung selesai. Saya kadang berpikir kenapa Tuhan membiarkan terlalu lama kezaliman menindas. Pertolongan dari Tuhanmu sangat dekat jangan berputus asa. Tapi kapan. Seakan membiarkan tanpa penjagaan. Apa hakku bertanya pada Tuhanku.
‘Aku adukan kalian pada Tuhanku”. Kata gadis kecil yang putus asa. Kenapa doa doa tak diijabah di tempat tempat yang katanya keramat. Desahnya, sambil menutup wajahnya. Air matanya mengering. Dadanya sesak. Semangatnya mulai susut. Tuhan bukan aku tak percaya pada janji pertolongan-Mu. Tapi ini terlalu lama. Aku tak punya siapa pun.