UM Surabaya

Secara kritis filosofis akan tumbuh pertanyaan, apa hubungan shaum dan qiyam Ramadan dengan diampuninya semua dosa yang telah lalu?

Shaum adalah sebuah amaliah yang sangat erat dengan masalah perut seorang hamba, yang biasanya dikaitkan dengan rasa lapar dan dahaga, maupun keadaan sosial yang menggambarkan kemiskinan.

Sehingga sering kita dengar petuah dari pendahulu kita bila memberikan nasihat untuk shaum, agar kita bisa dan pernah merasakan betapa perihnya rasa lapar yang hampir setiap kali dirasakan oleh hamba Allah yang miskin yang lainnya.

Sedangkan qiyam adalah ritual (salat) yang pada posisi qiyam (berdiri tegak) berdialog menghadap Allah. Bacaan yang digunakan adalah Al-Qur’an sebagai titah-Nya yang berupa amanah.

Sehingga pantas bila seorang hamba yang keluar dan menyelesaikan salatnya harus terjamin untuk tidak melakukan kekejian dan kemungkaran. Sesuai firman-Nya:

إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

“Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45).

Firman Allah SWT dalam surat Al Ma’un: (107;1-7)

أَرَءَیۡتَ ٱلَّذِی یُكَذِّبُ بِٱلدِّینِ (1)
فَذَ ٰ⁠لِكَ ٱلَّذِی یَدُعُّ ٱلۡیَتِیمَ (2)
وَلَا یَحُضُّ عَلَىٰ طَعَامِ ٱلۡمِسۡكِینِ (3)
فَوَیۡلࣱ لِّلۡمُصَلِّینَ (4)
ٱلَّذِینَ هُمۡ عَن صَلَاتِهِمۡ سَاهُونَ (5)
ٱلَّذِینَ هُمۡ یُرَاۤءُونَ (6)
وَیَمۡنَعُونَ ٱلۡمَاعُونَ (7)

“(1) Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?
(2) Itulah orang yang menghardik anak yatim
(3) dan tidak menganjurkan untuk memberi makan orang miskin.
(4) Celakalah orang-orang yang melaksanakan salat,
(5) (yaitu) yang lalai terhadap salatnya,
(6) yang berbuat riya,
(7) dan enggan (memberi) bantuan.”

Dalam sebuah surat yang hanya berisi tujuh ayat itu Allah menempatkan definisi pendusta agama dengan posisi sebagai penghardik anak yatim, dan juga bukan sebagai penganjur memberi makan orang miskin.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini