*) Oleh: Diyan Faturahman
الـحَمْدُ لِلّهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه . اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ أَمَّا بَعْدُ: فَيَا اَيُّهَا الْحَاضِرُوْنَ ، أُوْصِيْ نَفْسِيْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ . قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْكَرِيْمِ . أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ : يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Sebagaimana diarsipkan juga oleh perpustakaan nasional dengan judul “Inilah 3 Jimat Jendral Sudirman yang Jarang Diketahui Masyarakat.”
Bahwa suatu saat salah satu pasukan Jenderal Soedirman memberanikan diri bertanya untuk melepas rasa penasaran, sebab kegagalan demi kegagalan pihak Belanda dan sekutunya ketika hendak menangkap Jenderal Soedirman.
“sebenarnya jimat apa yang di pakai Mas Kyai ini sehingga selalu lolos dan tidak bisa ditangkap oleh penjajah Belanda dan PKI?”, tanya Soepardjo Roestam mewakili teman-temannya yang juga penasaran.
Dengan wajah tersenyum, Jenderal Soedirman menjawab, “Iya, aku menggunakan jimat, adapun jimat yang pertama adalah saat berperang aku selalu dalam kondisi sudah berwudu.
Jimatku yang kedua ialah selalu salat tepat pada waktunya, dan yang ketiga yaitu aku mencintai rakyatku sepenuh hatiku”. Demikian kira-kira jawaban beliau.
Jamaah Jum’ah Rahimakumullah
Wudu dalam ajaran Islam menempati kedudukan yang sangat mendasar. Dalam berbagai kitab fikih, pembahasan mengenai wudu lebih didahulukan daripada materi lain seperti salat, zakat, puasa, haji, maupun ibadah lainnya.
Wudu menjadi sarana untuk mensucikan diri ketika hendak menghadap kepada Allah SwT. Di antara keutamaan menjaga wudhu ialah dicirikan sebagai orang beriman,
اسْتَقِيمُوا ، وَلَنْ تُحْصُوا ، وَاعْلَمُوا أَنَّ خَيْرَ أَعْمَالِكُمُ الصَّلاَةُ ، وَلاَ يُحَافِظُ عَلَى الْوُضُوءِ إِلاَّ مُؤْمِنٌ – رواه ابن ماجه
“Beristiqamahlah kalian dan sekali-kali kalian tidak akan mampu (melakukan seluruh amal). Ketahuilah, sesungguhnya amalan kalian yang paling baik adalah shalat. Tidak ada yang menjaga wudu melainkan ia adalah seorang mukmin (yang sempurna).” (HR. Ibnu Majah)
Seseorang yang menjaga wudu, hakikatnya ia selalu siap menghadap Tuhannya, memosisikan diri agar selalu suci dalam segala keadaan, bahkan dalam perang dan gerilya sekalipun.
Inilah lakon spiritual pertama Jenderal Soedirman yang patut diteladani. Apatah lagi seorang alim, penuntut ilmu juga dosen yang mengajarkan ilmu, maupun pegawai/ karyawan yang bekerja di lingkungan penuh ilmu, maka sangat utama manakala berangkat ke kampus dalam keadaan suci, telah menunaikan wudu.