Soal Hukum Bermain Musik, Ini Penjelasan Ulama Tarjih
foto: wikipedia
UM Surabaya

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, musik adalah rangkaian nada atau suara yang disusun secara harmonis, mengandung irama, lagu, dan keharmonisan, khususnya yang dilakukan melalui penggunaan alat-alat musik.

Nyanyian, sebagai bagian kecil dari musik, mengisi ruang tersendiri dalam ekspresi seni ini.

Namun, polemik seputar musik dan nyanyian tak jarang muncul dalam konteks keagamaan.

Beberapa ulama menginterpretasikan larangan terhadap aktivitas bermusik sebagai bagian dari upaya menghindari “percakapan kosong atau sia-sia”, sebagaimana yang tertuang dalam QS. Luqman ayat 6. Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya diterima oleh semua kalangan.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, misalnya, menilai bahwa larangan tersebut sebenarnya ditujukan pada segala bentuk perkataan yang mengajak kepada kesesatan dan kemaksiatan.

Dalam konteks nyanyian, jika teksnya memuat pesan yang mengajak kepada kebaikan, maka tidaklah termasuk dalam larangan tersebut.

Meski demikian, penting untuk memperhatikan bagaimana suatu seni disajikan. Larangan bukan terletak pada nyanyian sebagai bentuk seni itu sendiri, melainkan pada cara penyampaian visual dan isi teks yang membawa kepada kemaksiatan.

Di tengah kompleksitas pandangan ini, musik tetap menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Berbagai aliran musik telah menjadi kebutuhan dasar bagi manusia, sekaligus sebagai ekspresi dari rasa keindahan yang melekat pada diri manusia.

Pemenuhan terhadap rasa keindahan ini pun merupakan suatu kebutuhan yang tak dapat diabaikan.

Dalam konteks ini, musik bukan hanya menjadi hiburan semata, tetapi juga menjadi jendela yang menghadirkan keindahan dan mendalamnya perasaan manusia.

Sebagai bagian integral dari kehidupan, musik terus memperkaya pengalaman manusia dan menyatukan mereka dalam ekspresi yang universal dan mendalam.

Kebutuhan akan musik memang bersifat komplementer, yang pemenuhannya mampu menghias hidup manusia yang sudah normal menjadi lebih indah dan lebih mewah.

Ini sejalan dengan konsep maslahah tahsiniyah, yaitu kebutuhan yang tidak vital namun berperan dalam meningkatkan kualitas hidup tanpa membahayakan atau menyebabkan kesulitan.

Seni suara sebagai salah satu bentuk ekspresi indah manusia tidak secara inheren bertentangan dengan ajaran agama.

Namun, penting untuk memperhatikan konteks dan penyajian seni tersebut. Dalam hal musik, khususnya penggunaan alat-alat bunyian, hukumnya bergantung pada illat-nya atau alasan di balik penggunaannya. Terdapat tiga klasifikasi:

1. Apabila musik memberikan dorongan kepada keutamaan dan kebaikan, maka hukumnya disunahkan;

2. Apabila musik hanya bersifat main-main atau hiburan semata tanpa dampak yang signifikan, maka hukumnya biasanya dimakruhkan. Namun, jika musik tersebut mengandung unsur negatif, maka hukumnya menjadi haram;

3. Apabila musik mendorong kepada perbuatan maksiat atau kemaksiatan, maka hukumnya jelas haram.

Dari pembahasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya musik itu diperbolehkan secara kondisional, yang juga berarti bahwa pelarangan terhadapnya juga bersifat kondisional.

Artinya, konteks, penyajian, dan dampak musik tersebut menjadi faktor penentu dalam menilai kebolehannya atau keharamannya. (*)

Referensi:

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Tanya Jawab Agama jilid V, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2013.

Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Tanya Jawab Agama jilid II, Yogyakarta: Suara Muhammadiyah, 2004.

Majalah Suara Muhammadiyah Edisi 9 tahun 2018.

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini