Pancasila sebagai dasar negara dan Bhinneka Tunggal Ika dihadapkan pada tantangan serius karena kurangnya upaya yang sungguh-sungguh dalam menyebarluaskan, menginternalisasikan dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat.
Pusat Studi Budaya dan Perubahan Sosial Universitas Muhammadiyah Surakarta (PSBPS UMS) berupaya menguatkan kembali ideologi Pancasila dalam kesadaran berbangsa dan bernegara melalui jalan kultural dan pedagogis.
Hal ini diwujudkan melalui pendalaman konsep Pancasila dalam tiga dimensi, yaitu pengetahuan, keyakinan dan penghayatan, serta praktik hidup, bagi para dosen pengampu dan mahasiswa yang mengikuti mata kuliah wajib Pancasila dan Kewarganegaraan di tingkat perguruan tinggi.
Ketiga dimensi ini oleh PSBPS UMS dituangkan dalam program dengan tajuk “Revitalisasi, Institusionalisasi, dan Standardisasi Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi Indonesia” (RISP3TI).
Tahun 2024 ini, PSBPS UMS memperluas jangkauan geografis Pelatihan Nasional RISP3TI.
Direktur Eksekutif PSBPS UMS Yayah Khisbiyah menyatakan, memilih revitalisasi dan institusionalisasi Pendidikan Pancasila di lingkungan universitas sebagai strategi transformasi sosial berjangka panjang dan berkesinambungan.
“Di tengah kemunduran demokrasi, menurunnya keteladanan kepemimpinan nasional, dan berbagai pelanggaran terhadap azas Pancasila, program ini diharapkan membentuk pola pikir kritis-konstruktif mahasiswa, agar memahami, meyakini, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila yang oleh persyarikatan Muhammadiyah dijunjung sebagai darul ahdi wal syahadah,” jelas Yayah dalam siaran persny, Kamis (25/4/2024).
Yayah mengatakan, tujuan akhir dari program ini adalah perubahan sosial positif dalam memperbaiki tata kelola negara dan mendorong pembangunan bangsa yang damai-inklusif, berkeadilan dan berkeadaban.
Sementara Rektor Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) Prof. Ma’mun Murod, dalam sambutannya menyoroti pentingnya memahami Pancasila sebagai falsafah tengahan yang bersifat wasathiyah, bukan ekstrem.
“Pancasila adalah hasil dialektika antara berbagai perspektif tentang dasar negara, menciptakan sintesis yang sejalan dengan nilai-nilai fundamental dalam Islam,” jelas Ma’mun.
Ma’mun lalu merekomendasikan Pancasila sebagai alat kritik terhadap berbagai penyimpangan dan pelanggaran demokrasi yang terjadi saat ini.
Ia menggarisbawahi bahwa pemahaman yang mendalam tentang Pancasila sebagai falsafah tengahan dapat membantu mencegah polarisasi dan ekstremisme di masyarakat.
“Dengan memahami bahwa Pancasila adalah sintesis yang memperhitungkan berbagai perspektif dan nilai, diharapkan generasi muda dapat menjadi agen perubahan yang membawa Indonesia menuju arah yang lebih baik,” jelas Ma’mun. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News