Islam merupakan agama untuk seluruh dunia. Hal itu seperti termaktub dalam QS. Saba’ ayat 28 dan Al Anbiya’ ayat 107.
Dua ayat ini memberi isyarat satu kalender untuk seluruh dunia. Karenanya, kalender zonal yang membagi bumi menjadi beberapa bagian bertentangan dengan universalisme risalah Islam.
Umat Islam yang telah mengglobal membutuhkan sistem waktu yang bisa berlaku bagi semua kawasan di seluruh dunia.
Dalam sebuah hadis disebutkan: “Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) bahwa Nabi saw bersabda: Puasa itu pada hari seluruh kamu berpuasa, Idul Fitri itu pada hari kamu beridulfitri dan Idul Adha itu pada hari kamu beriduladha.” (HR at-Tirmidzi, al-Baihaqi, ad-Daraquthni, dan Abu Dawud).
Hadis di atas umat Islam disapa dengan menggunakan kata “kamu” bentuk jamak: “kamu berpuasa”, “kamu beridulfitri”, atau “kamu beriduladha”.
Ini berarti bahwa puasa dan seremonia Idain dilaksanakan serentak pada hari yang sama. Hal ini hanya mungkin dilakukan dengan adanya kalender global tunggal.
Selain itu, mengutip pandangan Imam Nawawi yang mengatakan: beberapa ulama kami (Syafiiah) menyatakan, “Rukyat di suatu tempat berlaku untuk seluruh penduduk bumi” (an-Nawawī, Syarḥ Ṣahiḥ Muslim, VII: 197).
Sejalan dengan ini, seorang Ulama Hanafi mengatakan: Apabila sudah terlihat di suatu tempat, hal itu mengikat bagi semua manusia, karena wajib puasa bagi penduduk Timur karena rukyat penduduk Barat, menurut zahir mazhab (Hanafi)”.
Lima Prinsip
Umat Islam juga arus mencermati beberapa prinsip Kalender Islam Global. Pertama, penerimaan hisab. Kalender Islam Global tidak akan tersusun bila menggunakan rukyat.
Kedua, transfer imkan rukyat. Prinsip ini berangkat dari fakta bahwa imkan rukyat ini tidak bisa meliputi seluruh kawasan dunia.
Karenanya, imkanu rukyat yang terjadi di tempat tersebut ditransfer ke kawasan yang belum mengalami imkan rukyat.
Ketiga, kesatuan matlak. Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip transfer imkanu rukyat yang berarti bahwa seluruh muka bumi dipandang sebagai satu matlak.
Karenanya, apabila di suatu tempat di mana pun di muka bumi telah terjadi imkanu rukyat, maka itu dipandang berlaku bagi seluruh kawasan muka bumi karena seluruh muka bumi adalah satu kesatuan matlak.
Keempat, keselarasan hari dan tanggal di seluruh dunia. Artinya, satu tanggal satu hari di seluruh dunia.
Kelima, penerimaan garis tanggal internasional. Garis Tanggal Internasional merupakan garis demarkasi khayal di permukaan bumi yang membentang dari Kutub Utara ke Kutub Selatan dan membatasi perubahan satu hari kalender ke yang berikutnya.
Garis ini melewati tengah Samudra Pasifik, mengikuti garis bujur 180 derajat, garis ini yang menjadi batas awal hari baru.
Sangat mustahil manajemen waktu terbuat dari aktivitas mengamati hilal. Karena ruang lingkupnya sangat bersifat terbatas pada letak geografis tertentu pada hari pertama visibilitas hilal, maka hal ini akan berakibat pada berbedanya tanggal hijriyah di berbagai tempat.
Selain itu, penggunaan rukyat tidak dapat menyatukan hari-hari raya Islam di seluruh dunia, serta tidak dapat menata sistem waktu secara prediktif ke masa depan maupun ke masa lalu.
Kenyataan ini membawa akibat serius seperti selama 1.500 tahun, Islam belum memiliki kalender Islam terpadu dan komprehensif yang dijadikan sebagai acuan bersama.
Rukyat juga tidak bisa meliputi seluruh kawasan dunia. Apalagi rukyat saat visibilitas pertama hanya meliputi sebagian muka bumi.
Pada saat di suatu bagian dunia sudah terlihat hilal, daerah lain belum mengalaminya, bahkan di tempat itu bulan masih di bawah ufuk.
Hilal tidak dapat terukyat di seluruh muka bumi pada sore hari yang sama, sehingga mengakibatkan terjadinya perbedaan memulai awal bulan kamariah baru. (*)
(Disarikan dari ceramah Ketua PP Muhammadiyah Prof. Syamsul Anwar dalam acara Silaturahmi Idulfitri 1444 di UMY, 30 April 2023)