Menggugat Kemapanan Tradisi
UM Surabaya

Islam tidak membiarkan kemapanan tradisi yang menyimpang. Tradisi terkadang menghasilkan kenyamanan dan kesejahteraan.

Padahal tradisi itu menyimpang dan membawa bahaya besar. Kaum Nabi Syuaib sudah terbiasa mencuri timbangan, dan masyarakat memandangnya sebagai hal yang biasa.

Masyarakat awam pun menganggapnya sebagai roda kehidupan yang harus dijalani

 

Curi Timbangan

Alquran menarasikan bahwa tradisi mencuri timbangan dipandang sebagai hal biasa. Allah pun mengutus nabi Syuaib untuk mengingatkan bahwa tradisi itu tidak baik.

Padahal mencuri timbangan dipandang sebagai pola bertransaksi yang biasa dan lazim bagi kaum Syuaib. Namun bagi Islam, tradisi itu merusak dan harus diberantas.

Hal itu diabadikan Allah sebagaimana firman-Nya :

وَاِ لٰى مَدْيَنَ اَخَاهُمْ شُعَيْبًا ۗ قَا لَ يٰقَوْمِ اعْبُدُوا اللّٰهَ مَا لَـكُمْ مِّنْ اِلٰهٍ غَيْرُهٗ ۗ وَلَا تَـنْقُصُوا الْمِكْيَا لَ وَا لْمِيْزَا نَ اِنِّيْۤ اَرٰٮكُمْ بِخَيْرٍ وَّاِنِّيْۤ اَخَا فُ عَلَيْكُمْ عَذَا بَ يَوْمٍ مُّحِيْطٍ

“Dan kepada (penduduk) Madyan (Kami utus) saudara mereka, Syu’aib. Dia berkata, “Wahai kaumku! Sembahlah Allah, tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Dan janganlah kamu kurangi takaran dan timbangan.

Sesungguhnya aku melihat kamu dalam keadaan yang baik (makmur). Dan sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab pada hari yang membinasakan (kiamat).” (QS. Hud : 84)

Alquran memandang bahwa dampak kerusakan mencuri timbangan sangat besar sehingga harus ditinggalkan.

Mengurangi timbangan dikategorikan sebagai kejahatan yang merusak masyarakat. Hal ini ditegaskan Allah sebagaimana firman-Nya :

وَيٰقَوْمِ اَوْفُوا الْمِكْيَا لَ وَا لْمِيْزَا نَ بِا لْقِسْطِ وَلَا تَبْخَسُوا النَّا سَ اَشْيَآءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِى الْاَ رْضِ مُفْسِدِيْنَ

“Dan wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan dengan adil, dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan jangan kamu membuat kejahatan di Bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS. Hud : 85)

Hal yang sama juga terjadi pada kaum Nabi Sulaiman yang menyembah matahari. Penyembahan yang dipimpin oleh Ratu Balqis terendus oleh Nabi Sulaiman melalui burung Hud hud, sehingga Nabi Sulaiman mengancam akan mengirim bala tentara yang sulit dikalahkan bila tidak menghentikannya.

Tradisi menyimpang juga berkembang di berbagai komunitas, seperti di Indonesia. Kasus korupsi, kawin sesama jenis, pembagian waris yang sama bagi laki dan perempuan, kawin beda agama, menstigma Islam sebagai sumber radikalisme dan sebagainya merupakan tradisi yang menyimpang, sehingga harus diluruskan.

 

Kelompok Penyelamat

Di tengah kerusakan tradisi, penting lahirnya sekelompok kecil masyarakat yang mengingatkan adanya penyimpangan suatu tradisi.

Meskipun tidak mudah, menyadarkan adanya tradisi yang menyimpang sangat perlu. Mengingatkan adanya hari pertanggungjawaban kepada pelaku penyimpangan lebih mudah.

Hal ini untuk membangun kesadaran bahwa tradisi yang selama ini mapan, ternyata menyimpang.

Sekelompok kecil itu mengingatkan kelompok masyarakat yang sering berbuat menyimpang untuk terbangun dari penyimpangan.

Kelompok menyimpang itu umumnya dipimpin oleh para pemuka masyarakat yang hidup dalam kemewahan dengan mengedepankan kenikmatan duniawi.

Hal ini dinarasikan Al-Qur’an sebagaimana firman-Nya :

فَلَوْ لَا كَا نَ مِنَ الْقُرُوْنِ مِنْ قَبْلِكُمْ اُولُوْا بَقِيَّةٍ يَّـنْهَوْنَ عَنِ الْفَسَا دِ فِى الْاَ رْضِ اِلَّا قَلِيْلًا مِّمَّنْ اَنْجَيْنَا مِنْهُمْ ۚ وَا تَّبَعَ الَّذِيْنَ ظَلَمُوْا مَاۤ اُتْرِفُوْا فِيْهِ وَكَا نُوْا مُجْرِمِيْنَ

“Maka mengapa tidak ada di antara umat-umat sebelum kamu orang yang mempunyai keutamaan yang melarang (berbuat) kerusakan di bumi, kecuali sebagian kecil di antara orang yang telah Kami selamatkan. Dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan dan kemewahan. Dan mereka adalah orang-orang yang berdosa.”
(QS. Hud : 116)

Mengingatkan adanya kehidupan akhirat tidaklah mudah, khususnya bagi mereka yang hidup dalam kemewahan dan mengutamakan kepentingan dunia.

Mereka inilah yang akan melawan petunjuk dan menolak adanya hari pertanggungjawaban. Mereka diajak kembali ke jalan yang benar tidaklah mudah, karena sudah mengakar dan membawa kemapanan pada kehidupan mereka.

Tidak salah apabila kelompok mapan inilah yang akan melawan petunjuk dan bahwa ingin membunuh siapapun yang membawa petunjuk dan mengalihkan dari tradisi menyimpang. (*)

*) Dr. Slamet Muliono Redjosari, Wakil Ketua Majelis Tabligh Muhammadiyah Jawa Timur

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini