Nama Allah Arrahman mengandung arti rahmat Allah yang luas diberikan kepada seluruh makhluk-Nya tanpa batas di dunia.
Apalagi kepada kita sebagai manusia. Kalau kita mau menghitungnya tidak akan mampu dengan kalkulator secanggih apa pun,
وَإِن تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا …
“… Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya …” (QS. Ibrahim, 14: 34)
Nikmat sekecil apa pun itu kita peroleh dari Allah,
وَمَا بِكُم مِّن نِّعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ …
“Dan segala nikmat yang ada padamu (datangnya) dari Allah …” (QS. An-Nahl, 16: 53)
Dan semua nikmat itu akan dimintai pertanggungjawaban,
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
“Kemudian kamu benar-benar akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang megah di dunia itu).” (QS. At-Takatsur, 102: 8)
Rasulullah saw bersabda:
« نِعْمَتَانِ مَغْبُونٌ فِيهِمَا كَثِيرٌ مِنْ النَّاسِ : الصِّحَّةُ وَالْفَرَاغُ ».
“Nikmat yang paling banyak manusia lengah sampai merugi yaitu; “kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari)
Nikmat itu ada dua jenisnya menurut para ulama:
Pertama, pokok-pokok nikmat. Seperti nikmat Islam, iman, ilmu, kesehatan, waktu, dan seterusnya.
Kedua, cabang-cabang nikmat. Seperti harta, istri, anak, jabatan, ijazah, dan seterusnya.
Makanya, Allah menyebutkan betapa bahagianya orang yang dipilih Allah menjadi Muslim.
أَفَمَن شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَىٰ نُورٍ مِّن رَّبِّهِ ۚ فَوَيْلٌ لِّلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُم مِّن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ أُولَٰئِكَ فِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ
“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allah untuk (menerima) agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang hatinya membatu)? Maka celakalah mereka yang hatinya telah membatu untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Az-Zumar, 39: 22)
Bahkan kita diperintahkan selalu berbahagia dengan Islam dan Al-Qur’an yang kita punyai melebihi dari harta yang dikejar orang itu,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُم مَّوْعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِّمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ (57) قُلْ بِفَضْلِ اللَّهِ وَبِرَحْمَتِهِ فَبِذَٰلِكَ فَلْيَفْرَحُوا هُوَ خَيْرٌ مِّمَّا يَجْمَعُونَ
“Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur’an) dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman. Katakanlah (Muhammad), “Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus, 10: 57-58)
Pertanyaannya, apakah kita menyadari atas besarnya karunia nikmat yang Allah berikan kepada kita?
Contoh, nikmat waktu. Sudahkah kita memaksimalkan waktu kita dalam ketaatan kepada Allah?
Sahabat Nabi saw bernama Ibnu Mas’ud berkata:
إني لأمقت الرجل أراه فارغاً ، لا في أمر دنيا ولا في أمر آخرة .
“Aku benci dengan orang yang tidak sibuk dunianya tapi juga tidak sibuk dengan akhiratnya!!” (HR. Abu Dawud)
Contohlah para ulama dahulu. Seperti Ibnu Aqil Al-Hambali yang memaksimalkan waktunya: “Aku tidak mau menyia-nyiakan waktuku sedikit pun. Kalau mulutku sudah capai berbicara dan berdebat. Tanganku capai menulis. Maka aku gunakan akalku untuk berpikir sambil rebahan”. Subhanallah.
Imam Al-Qashimi menyebutkan lima langkah bagi orang yang bersyukur:
Pertama, senantiasa mengagungkan Allah.
Kedua, mencintai Allah melebihi segalanya.
Ketiga, mengakui bahwa segala nikmat yang dia peroleh berasal dari Allah bukan karena kehebatannya.
Keempat, mengucapkan Alhamdulillah bila mendapatkan nikmat.
Kelima, menggunakan nikmat itu untuk taat kepada Allah.
Pantas kalau Allah subhanahu wa Ta’ala dalam surat Ar-Rahman berkali-kali menyinggung manusia dan jin, nikmat mana lagi yang kamu dustakan? (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News