Hal ini menunjukkan bahwa Allah telah memfitrahkan kepada manusia untuk mengetahui kebenaran, membuat hati tenang dan menerimanya, serta menjadikan tabiat selalu mencintainya dan menjauhi lawannya/hal yang bertentangan dengannya.
Termasuk dalam makna riwayat-riwayat hadis di atas, makna hadis qudsi yang menyatakan bahwa Allah menciptakan hamba-hamba-Nya sebagai orang-orang yang hunafa’ (lurus) dan muslimin (berserah diri kepada-Nya) namun setan lah yang melencengkannya dengan mengharamkan apa yang Allah halalkan kepada mereka, dan mengajak mereka untuk berbuat syirik kepada-Nya, begitu juga makna hadis yang amat populer yang berbunyi:
“Tiap-Tiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah maka kedua orang tuanyalah yang meyahudikannya atau menasranikannya atau memajusikannya.”
Dan ayat 30 surat ar-Rum. Oleh karenanya, Allah menamai apa yang diperintahkanNya sebagai “ma’ruf” dan apa yang dilarang-Nya sebagai “munkar”.
Berkaitan dengan hal itu juga, sahabat Mu’az bin Jabal mengingatkan agar kita tidak terpasung oleh kepiawaian seorang penguasa dalam berkelit karena terkadang setan menyatakan kesesatan melalui lisan sang penguasa tersebut, dan terkadang seorang munafik bisa berkata dengan perkataan yang benar. Dan ketika dia (Mu’az) ditanyai kenapa bisa demikian?
Dia meminta agar kita menjauhi perkataan seorang penguasa yang amat populer (dalam berkelit) “bukan begini (sebenarnya)?”, dan agar perkataan semacam itu tidak membuat kita tergoda/terpasung untuk menerima kebenaran yang kita dengar sebab kebenaran itu memiliki cahaya.
Ucapan Mu’az bin Jabal ini menunjukkan bahwa seorang Mukmin tidak akan bisa dikelabui dalam membedakan antara hak dan bathil tetapi ia bisa mengetahui kebenaran itu melalui cahaya yang ada padanya (kebenaran tersebut) sehingga hatinya menerimanya dan menghindari kebathilan dengan mengingkari dan tidak ingin mengenalnya.
Makna inilah yang terdapat dalam hadis Nabi shallallahu alaihi wasallam: “Akan datang pada akhir zaman suatu kaum yang berbicara kepada kamu tentang sesuatu yang tidak pernah kamu dan nenek moyang kamu denganr (sebelumnya) maka berhati-hatilah kamu dari mereka “.
Artinya bahwa mereka membawa sesuatu yang diingkari/ditolak oleh hati orang-orang yang beriman dan tidak mengenalnya.
Makna “al-Itsm” dan Karakteristiknya
Sementara itu, sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: “Dosa adalah apa yang terdetik di dalam dada/hati sedangkan kamu benci/takut diketahui oleh orang lain.”
Sebagaimana dalam penggalan kedua dalam makna hadis di atas, mengisyaratkan bahwa pengaruh dosa terhadap jiwa/dada sangat besar sekali yaitu adanya rasa sesak, cemas, gundah gulana sehingga dada tidak merasa lega/lapang untuk menerimanya, di samping hal itu sangat ditolak/diingkari oleh orang banyak di mana mereka akan langsung mengingkarinya begitu mengetahuinya.
Dalam mengidentifikasi karakteristik dosa yang dalam kondisi yang samar-samar terdapat tingkatan-tingkatan, di antaranya ;
– Mengetahui hal itu dari reaksi yang ditimbulkan oleh orang banyak yaitu pengingkaran/penolakan mereka terhadap pelakunya atau bukan pelakunya dan ini merupakan tingkatan paling tinggi. Senada dengan hal ini adalah ucapan Sahabat Ibnu Mas’ud yang amat populer:
“Apa yang dipandang oleh orang-orang mukminin baik maka hal itu adalah baik disisi Allah, dan apa yang mereka pandang jelek maka hal itu adalah jelek disisi Allah “.