*)Oleh : 𝐌𝐮𝐡𝐚𝐦𝐦𝐚𝐝 𝐒𝐚𝐲𝐲𝐢𝐝 𝐑𝐚𝐛𝐢𝐭𝐡
Belakangan ini kita dihebohkan dengan munculnya video lama ustadz Adi Hidayat yang mengatakan bahwa di dalam Al Qur’an terdapat Surat Musik, yaitu Surat Asy Syu’ara yang beliau artikan dengan para pemusik dan para penyair. Dari ucapan beliau inilah memancing perdebatan antara yang pro dengan yang kontra. sehingga beberapa hari ini, kita dapati sosial media penuh dengan perdebatan sengit mengenai hal tersebut.
Berbagai ucapan yang sangat tidak baik, mereka sematkan kepada seorang ustadz yang jasa-nya amat besar untuk umat IsIam. Karena itu insyaAllah pada tulisan kali ini saya akan melampirkan hasil penelitian saya terhadap tema yang sedang hangat diperbincangkan, dengan harapan bisa meredamkan pergesekan yang terjadi di antara sebagian umat muslim Indonesia.
Berikut point-point yang akan saya diskusikan, sekiranya ada 6 pembahasan :
- 𝗦𝘆𝗮𝗶𝗸𝗵 𝗠𝘂𝗵𝗮𝗺𝗺𝗮𝗱 𝗜𝗯𝗻 𝗦𝗵𝗼𝗹𝗲𝗵 𝗔𝗹 𝗨𝘁𝘀𝗮𝘆𝗺𝗶𝗻 (𝘂𝗹𝗮𝗺𝗮 𝗯𝗲𝘀𝗮𝗿 𝘀𝗮𝗹𝗮𝗳𝗶) 𝗹𝗲𝗯𝗶𝗵 𝗱𝗮𝗵𝘂𝗹𝘂 𝗺𝗲𝗻𝘆𝗮𝗺𝗮𝗸𝗮𝗻 s𝘆𝗮’𝗶𝗿 𝗱𝗲𝗻𝗴𝗮𝗻 m𝘂𝘀𝗶𝗸 𝘀𝗲𝗯𝗲𝗹𝘂𝗺 𝗨𝗔𝗛
𝐒𝐲𝐚𝐢𝐤𝐡 𝐔𝐭𝐬𝐚𝐲𝐦𝐢𝐧 ketika menafsirkan ayat terakhir dari surat Asy Syu’ara, beliau mengatakan bahwa penyair itu dikit mengingat Allah dengan membawa dalil perkataan Al Imam Ibnul Qoyyim yang berbicara tentang seseorang yang menggabungkan cintanya terhadap Al Qur’an dan musik. Artinya Shaikh Utsaymin disini menyamakan syair dengan musik, karena ayat dan topik yang beliau bicarakan adalah syair, tapi dalil nya berbicara tentang Musik. berikut perkataan Ibnul Qoyyim yang beliau nukilkan :
”حُبُّ الكِتَابِ وحُبُّ أَلحَانِ الْغِنَا … في قَلْبِ عَبْدٍ لَيْسَ يَجْتَمِعَانِ“
“𝚌𝚒𝚗𝚝𝚊 𝚝𝚎𝚛𝚑𝚊𝚍𝚊𝚙 𝙰𝚕 𝚀𝚞𝚛’𝚊𝚗 𝚍𝚊𝚗 𝙼𝚞𝚜𝚒𝚔 (𝚜𝚎𝚌𝚊𝚛𝚊 𝚋𝚎𝚛𝚜𝚊𝚖𝚊𝚊𝚗) 𝚍𝚊𝚕𝚊𝚖 𝚑𝚊𝚝𝚒 𝚜𝚎𝚘𝚛𝚊𝚗𝚐 𝚑𝚊𝚖𝚋𝚊, 𝚝𝚒𝚍𝚊𝚔 𝚊𝚔𝚊𝚗 𝚋𝚎𝚛𝚜𝚊𝚝𝚞(𝚖𝚞𝚜𝚝𝚊𝚑𝚒𝚕)”
*sᴜᴍʙᴇʀ : ᴄᴇᴋ ᴅᴀʀs ᴛᴀғsɪʀ ɴʏᴀ ᴅɪ ʏᴛ, sʜᴀᴍᴇʟᴀ, ᴅʟʟ
Saya sama sekali tidak menyalahkan Shaikh Utsaymin, tapi saya mohon kepada saudara Salafi -sebagai kelompok yang paling kontra- untuk bersikap adil, bahwa ulama besar salafi pun juga menyamakan syair dengan musik, bukan hanya UAH saja. Meskipun Shaikh Utsaymin tidak menyebut Surat Musik, tapi tetap saja beliau melakukan apa yang UAH lakukan, yaitu menyamakan syair dengan musik atau nyanyian.
Itu artinya Shaikh Utsaymin mengakui, bahwa syair zaman dahulu itu dibacanya dengan cara dinyanyikan. Bukanlah sebuah lagu atau nyanyian kecuali dia berasal dari syair, antara keduanya memiliki hubungan yang kuat. Dan tidak bisa mengelak dengan mengatakan apa yang disebut Syaikh Utsaymin adalah Ghina’ (nyanyian), bukan musik dengan definisi “Alat” nya. Karena musik dan pemusik yang 𝐔𝐀𝐇 sebut pun maksudnya adalah nyanyian dan penyanyi. Secara bahasa ini juga tidak melanggar definisi.
Untuk membahas perkataan seseorang pun dikembalikan nya kepada pemilik perkataan tersebut, bukan malah dengan definisi dari orang lain.