*) Oleh: Sigit Subiantoro,
Anggota Majelis Tabligh PDM Kabupaten Kediri
Jujur, kita ini ingin dilihat, ingin didengar. Meski kadang-kadang tanpa sadar. Memang mulut tak bersuara, namun cukup dengan jari-jari tangan saja.
“Otw Surabaya”, atau “Posisi lagi di Yogyakarta”, atau “Sudah lama nggak makan durian, terakhir tahun lalu sama istri berdua”, atau “Allahummasyfini, hanya Engkau yang memberi kesembuhan”, atau “Alhamdulillah selesai muraja’ahnya”.
Itulah kira-kira, dan masih banyak lagi postingan yang serupa. Belum lagi ditambah foto-foto selfie.
“Nih lagi kajian di masjid anu sama ustadz anu.” Selesai tablig akbar, grasak-grusuk cari ustadznya. Bukan untuk bertanya tapi selfie bareng. Buat kenang-kenangan. Terus nanti diupload di status FB. Dikirimkan ke grup-grup WA.
Padahal kita sama-sama tahu bahwa sifat menyembunyikan diri dari orang lain, terlebih dalam ibadah adalah sebuah sifat yang mengantarkan kita untuk dicintai Allah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْعَبْدَ التَّقِيَّ الْغَنِيَّ الْخَفِيَّ
“Sesungguhnya Allah mencintai seorang hamba yang bertakwa, merasa cukup, dan suka menyembunyikan diri.” (HR Muslim no. 2965)
Lihatlah orang-orang saleh dalam menyembunyikan dirinya. Inilah Imam Ahmad rahimahullah yang mengatakan:
أُرِيْدُ أَنْ أَكُوْنَ فِي شِعْبٍ بِمَكَّةَ حَتَّى لاَ أُعرَفَ
“Aku ingin tinggal di celah sempit salah satu lembah Makkah agar aku tidak dikenal.” (Siyar A’lamin Nubala’ 11/216)
Dan inilah Ayyub as-Sikhtiyani rahimahullah. Hamd bin Zaid rahimahullah menuturkan:
كَانَ أَيُّوبُ فِي مَجلِسٍ فَجَاءَتهُ عَبرَةٌ -أي: دَمعَةٌ أَو بُكَاءٌ – فَجَعَلَ يَتَمَخَّطُ وَيَقُولُ: مَا أَشَدّ الزُّكَّام
“Ayyub pernah berada di suatu majelis, tiba-tiba datang kesedihannya (tangis). Lalu ia pun pura-pura membuang ingus kemudian berkata: ‘Alangkah parahnya pilek ini.” (Siyar A’lamin Nulaba’: 6/20, Min A’lamis Salaf: 1/195)
Subhanallah, jika kita dibanding mereka. Saat mereka berusaha keras menyembunyikan diri, kita justru sebaliknya. Tangis dan canda kita kalau bisa diketahui oleh manusia sedunia.
Maka pantaslah mereka menjadi mereka sedangkan kita menjadi kita. Karena memang, antara kita dan mereka jauh berbeda. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News