*) Oleh: Sigit Subiantoro,
Anggota Majelis Tabligh PDM Kabupaten Kediri
Seseorang yang hendak memberikan nasihat haruslah bersikap lembut, sensitif, dan beradab di dalam menyampaikan nasihat.
Sesungguhnya menerima nasihat itu diperumpamakan seperti membuka pintu. Pintu tak akan terbuka kecuali dibuka dengan kunci yang tepat.
Seseorang yang hendak dinasihati adalah seorang pemilik hati yang sedang terkunci dari suatu perkara, jika perkara itu yang diperintahkan Allah maka dia tidak melaksanakannya atau jika perkara itu termasuk larangan Allah maka ia melanggarnya.
Oleh karena itu, harus ditemukan kunci untuk membuka hati yang tertutup. Tidak ada kunci yang lebih baik dan lebih tepat kecuali nasihat yang disampaikan dengan lemah lembut, diutarakan dengan beradab, dan dengan ucapan yang penuh dengan kasih sayang.
Bagaimana tidak, sedangkan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُونُ فِى شَىْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَىْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Setiap sikap kelembutan yang ada pada sesuatu, pasti akan menghiasinya. Dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu, kecuali akan memperburuknya. (HR Muslim)
Fir’aun adalah sosok yang paling kejam dan keras di masa Nabi Musa namun Allah tetap memerintahkan Nabi Musa dan Nabi Harun agar menasihatinya dengan lemah lembut.
Allah Ta’ala berfirman:
.
فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut.” (QS Ath Thaha: 44)
Saudaraku, dan lihatlah tatkala nasihat dilontarkan dengan keras dan kasar maka akan banyak pintu yang tertutup karenanya.
Banyak orang yang diberi nasihat justru tertutup dari pintu hidayah. Banyak kerabat dan karib yang hatinya menjauh.
Banyak pahala yang terbuang begitu saja. Dan tentu banyak bantuan yang diberikan kepada setan untuk merusak persaudaraan.
Salah satu kewajiban seorang mukmin adalah menasihati saudaranya tatkala melakukan keburukan. Namun dia tidak berkewajiban untuk memaksanya mengikuti nasihatnya.
Sebab, itu bukanlah bagiannya. Seorang pemberi nasihat hanyalah seseorang yang menunjukkan jalan, bukan seseorang yang memerintahkan orang lain untuk mengerjakannya.
Ibnu Hazm Azh Zhahiri mengatakan: “Janganlah kamu memberi nasihat dengan mensyaratkan nasihatmu harus diterima. Jika kamu melanggar batas ini, maka kamu adalah seorang yang zalim…” (Al Akhlaq wa As Siyar, halaman 44)
Barakallahu fiikum. (*)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News