Universitas ‘Aisyiyah (Unisa) Yogyakarta dipilih menjadi tempat Konferensi Global tentang Hak-Hak Perempuan dalam Islam, Selasa (14/5/2024). Kesempatan ini dimanfaatkan untuk menaikkan kepercayaan diri dalam menjadikan Indonesia sebagai pusat studi keislaman dunia.
Optimisme itu disampaikan oleh Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah (LPPA), Prof. Siti Syamsiyatun dalam Konferensi Pers pada Senin (13/5/2024) di Unisa Yogyakarta.
“Dari konferensi ini kita ingin meneguhkan bahwa, Indonesia jangan ragu-ragu menjadi pusat studi Islam. Jangan merasa minder, studi Islam bisa dibangun dari Indonesia tidak hanya dari Timur Tengah,” katanya.
Perempuan yang akrab disapa Bu Syam ini mendorong perempuan-perempuan Islam berkemajuan untuk percaya diri, bahwa pandangan keislaman yang mereka pedomani bisa digunakan untuk mengadvokasi perempuan-perempuan di seluruh belahan dunia.
Di negara-negara yang mayoritas penduduknya memeluk Agama Islam, katanya, mayoritas hak-hak perempuan di sana masih sangat terbatas dan susah untuk diakses. Berbeda jauh dengan di Indonesia, perempuan di negara-negara tersebut masih terbatas bahkan untuk menjadi pemimpin dan melanjutkan pendidikan tinggi.
“Hal ini di Indonesia sudah tidak menjadi masalah, apalagi di Muhammadiyah-’Aisyiyah,” ungkapnya.
Salah persoalan yang menjadi polemik bagi perempuan di negara-negara Islam adalah tentang sunat perempuan. Praktek sunat perempuan ini sering menimbulkan masalah terlebih di sisi kesehatan bagi perempuan, baik di masa muda maupun nanti ketika sudah menua.
“Dalam hal ini Muhammadiyah sudah sangat jelas, bahwa sunat perempuan tidak dianjurkan. Jadi hal-hal semacam ini, suara-suara dari Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah perlu disebarluaskan ke seluruh dunia, dan tapi juga di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Melalui Konferensi Global tentang Hak-Hak Perempuan dalam Islam atau Gender Conference Women’s Right on Islam (GCWRI) harus dimanfaatkan oleh Muhammadiyah-’Aisyiyah untuk menyebarkan pandangannya, terlebih saat ini sudah ada Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah di luar negeri.
Sekaligus GCWRI ini diharapkan menjadi daya tarik terhadap pendidik dan peneliti untuk melakukan penelitian tentang ‘Aisyiyah. Bahkan Bu Syam meminta ke Unisa Yogyakarta untuk mengundang pelajar dari luar negeri untuk diberi beasiswa dan belajar pendidikan lanjut di Unisa. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News