UM Surabaya

Ada beberapa hikmah cinta orang yang dengan bersungguh-sungguh melaksanakan ibadah haji dengan benar.

Hikmah cinta yang  pertama: Realisasi tauhid dalam kehidupan dengan ikhlas.

Tidak ada satu kegiatan pun dalam ibadah haji, melainkan merupakan bentuk realisasi tauhid kepada Allah Ta’ala. Bangunan Ka’bah yang berdiri dengan megahnya, tidaklah berdiri melainkan dengan fondasi tauhid.

Allah Ta’ala berfirman:

وَاِذْ بَوَّأْنَا لِاِبْرٰهِيْمَ مَكَانَ الْبَيْتِ اَنْ لَّا تُشْرِكْ بِيْ شَيْـًٔا وَّطَهِّرْ بَيْتِيَ لِلطَّاۤىِٕفِيْنَ وَالْقَاۤىِٕمِيْنَ وَالرُّكَّعِ السُّجُوْدِ

“Dan (ingatlah), ketika Kami tempatkan Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan), “Janganlah engkau mempersekutukan Aku dengan apa pun dan sucikanlah rumah-Ku bagi orang-orang yang tawaf, dan orang yang beribadah dan orang yang rukuk dan sujud.” (QS. Al-Haji: 28).

Bahkan kalimat talbiyah, salah satu amalan pembuka dan intisari ibadah haji ini disebut juga dengan kalimat tauhid, karena kandungan maknanya yang begitu menggambarkan keesaan Allah Ta’ala. Dalam hadis Jabir radhiyallahu ‘anhu yang mengisahkan dan mendeskripsikan secara rinci tentang bagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berhaji disebutkan:

فَأَهَلَّ بالتَّوْحِيدِ: لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَبَّيْكَ لا شَرِيكَ لكَ لَبَّيْكَ، إنَّ الحَمْدَ وَالنِّعْمَةَ لَكَ وَالْمُلْكَ، لا شَرِيكَ لكَ

“Beliau memulai dengan talbiyah (yang mengandung makna) tauhid, ‘Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu. Segala puji, nikmat, dan kerajaan adalah milik-Mu. Tiada sekutu bagi-Mu’.”  (HR. Muslim no. 1218)

Hikmah cinta yang kedua yang bisa kita ambil, yaitu haji merupakan Ittiba atau momentum terbaik bagi seorang muslim untuk mempraktikkan langsung bagaimana dirinya ber-mutaaba’ah, mengikuti Nabi shallallahu alaihi wasallam dalam setiap amal ibadah yang Allah perintahkan.

Saat melaksanakan ibadah haji, berusahalah untuk bisa membedakan mana amalan yang telah Nabi perintahkan dan contohkan untuk dilakukan dan mana yang tidak pernah beliau perintahkan dan contohkan.

Tawaf, sai, salat, melempar jamrah, bukan karena ikut-ikutan orang lain, tetapi karena mengetahui bahwa hal tersebut memang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sahabat Jabir radhiyallahu ‘anhu mengisahkan,

رَأَيْتُ النبيَّ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يَرْمِي علَى رَاحِلَتِهِ يَومَ النَّحْرِ، ويقولُ: لِتَأْخُذُوا مَنَاسِكَكُمْ، فإنِّي لا أَدْرِي لَعَلِّي لا أَحُجُّ بَعْدَ حَجَّتي هذِه

“Aku pernah melihat Nabi shallallahu alaihi wasallam melempar Jamrah dari atas kendaraan beliau pada hari Nahr (penyembelihan hewan kurban). Beliau bersabda, “Agar kalian mengambil tata cara haji kalian (dariku), sebab aku tidak tahu, barangkali aku tidak berhaji lagi sesudah hajiku ini.” (HR. Muslim no. 1297).

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini