Islam Hargai Hak Individu Tentukan Pilihan Iman

Salah satu hal mendasar dalam isu Hak Asasi Manusia (HAM) adalah kebebasan beragama atau kebebasan berkeyakinan.

Kebebasan beragama dapat diartikan dalam dua percabangan, yakni bebas beragama tertentu (termasuk memeluk aliran kepercayaan adat) atau bebas dari agama tertentu (agnotisisme/ateisme).

Bagi umat Islam, menghadapi isu kebebasan beragama seharusnya bukanlah permasalahan sensitif.

Sebab, agama Islam sangat inklusif terhadap perbedaan dan kebebasan manusia dalam berkeyakinan atau beragama.

Hal itu seperti yang termaktub dalam ayat 29 Surat Al-Kahfi, yang artinya:

“Dan katakanlah (Muhammad), “Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; barang siapa menghendaki (beriman) hendaklah dia beriman, dan barang siapa menghendaki (kafir) biarlah dia kafir. Sesungguhnya Kami telah menyediakan neraka bagi orang zalim, yang gejolaknya mengepung mereka.”

Ayat ini menjadi pedoman dalam menghadapi perbedaan keyakinan terhadap isu kebebasan beragama.

Dalam konteks pendidikan agama, ayat ini juga dapat dijadikan acuan dalam menanamkan nilai inklusivitas sekaligus penguat dari model pendidikan agama yang ada.

Di berbagai negara, pendidikan agama diajarkan lewat model yang berbeda.

Ada yang sekadar memahamkan anak didik bahwa agama adalah fenomena sosial untuk membentuk masyarakat harmonis, atau ada yang mengajarkan agama agar diresapi dalam kepribadian sehari-hari.

Dari berbagai model pendidikan agama yang ada, sistem pendidikan nasional di Indonesia adalah model yang paling ideal dan futuristik, yaitu pendidikan yang membentuk anak didik agar menjadi insan yang saleh, beriman dan bertakwa.

Apalagi, pendidikan nasional memberikan jaminan bagi seorang penganut agama berbeda untuk diberikan pendidikan agama lewat guru yang seagama atau seiman.

Namun hal tersebut tidak cukup. Dalam upaya mendorong pemahaman inklusif terhadap kebebasan beragama, anak didik perlu untuk saling mempelajari konsep-konsep agama dari siswa pemeluk keyakinan berbeda secara tematik.

Dengan demikian, ketika mereka paham terhadap konsep yang berbeda, maka mereka bisa saling memahami dan menghargai. (*)

(Disarikan dari ceramah Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Abdul Mu’ti di FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 3 Mei 2023)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini