Adapun yang melalui Abu Hazim disebutkan bahwa Ibnu Jarir mengatakan:
حَدَّثَنَا أَبُو صَالِحٍ الفَزَاريّ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ سَوَّار، أَخْبَرَنَا يَعْقُوبُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدٍ الْقَارِيُّ الْإِسْكَنْدَرِيُّ، حَدَّثَنَا أَبُو حَازِمٍ، عَنْ سَعِيدٍ المَقْبُرِيّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ” [مَنْ عَمَّرَه] اللَّهُ سِتِّينَ سَنَةً، فَقَدْ أَعْذَرَ إِلَيْهِ فِي الْعُمْرِ”.
“Telah menceritakan kepada kami Abu Saleh Al-Fazzari, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Siwar, telah menceritakan kepada kami Ya’qub ibnu Abdur Rahman ibnu Abdul Qadir Al-Iskandari, telah menceritakan kepada kami Abu Hazim, dari Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) pernah bersabda: Barang siapa yang diberi usia enam puluh tahun oleh Allah, maka sesungguhnya Allah telah beralasan terhadapnya karena telah memberinya masa tangguh.”
Imam Ahmad telah meriwayatkannya —juga Imam Nasai— di dalam Kitabur Raqaiq-nya, dari Qutaibah, dari Ya’qub ibnu Abdur Rahman dengan sanad yang sama.
Al-Bazzar telah meriwayatkannya, untuk itu ia mengatakan bahwa:
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ يُونُسَ، حَدَّثَنَا عَبْدِ الْعَزِيزِ بْنِ أَبِي حَازِمٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ سَعِيدٍ الْمُقْبِرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “الْعُمُرُ الَّذِي أَعْذَرَ اللَّهُ فِيهِ إِلَى ابْنِ آدَمَ سِتُّونَ سَنَةً”. يَعْنِي: {أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ}
“Telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Yunus, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Abu Hazim, dari ayahnya, dari Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah (shallallahu ‘alaihi wasallam) pernah bersabda: Usia yang dijadikan oleh Allah sebagai alasan terhadap anak Adam adalah usia enam puluh tahun. Yang dimaksudkan adalah firman Allah (Subhanahu wa Ta’ala) yang mengatakan: Dan apakah Kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir?” (Fathir: 37)
Adapun riwayat mutaba’ah yang dilakukan oleh Ibnu Ajlan diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim.
فَقَالَ ابْنُ أَبِي حَاتِمٍ: حَدَّثَنَا أَبُو السَّفَرِ يَحْيَى بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ الْمَلِكِ بْنِ قَرْعَةَ بِسَامِرَّاءَ، حَدَّثَنَا أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ الْمُقْرِيِّ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ أَبِي أَيُّوبَ، حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بن عَجْلَانَ، عَنْ سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ أَتَتْ عَلَيْهِ سِتُّونَ سَنَةً فَقَدْ أَعْذَرَ اللَّهُ، عَزَّ وَجَلَّ، إِلَيْهِ فِي الْعُمْرِ”.
“Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abus Safar Yahya ibnu Muhammad ibnu Abdul Malik ibnu Qur’ah di Samara, telah menceritakan kepada kami Abu Abdur Rahman Al-Muqri, telah menceritakan kepada kami Sa’id ibnu Abu Ayyub, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ajian, dari Sa’id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda: Barang siapa yang mencapai usia enam puluh tahun, maka sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah beralasan terhadapnya dalam memberikan masa tangguh.”
Hal yang sama diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Abu Abdur Rahman Al-Muqri dengan sanad yang sama. Imam Ahmad meriwayatkannya pula dari Khalaf, dari Abu Ma’syar, dari Abu Sa’id Al-Maqbari.
Jalur lain dari Abu Hurairah r.a. diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
قَالَ ابْنُ جَرِيرٍ: حَدَّثَنِي أَحْمَدُ بْنُ الْفَرَجِ أَبُو عُتْبَة الحِمْصِي، حَدَّثَنَا بَقِيَّة بْنُ الْوَلِيدِ، حَدَّثَنَا الْمُطَرِّفُ بْنُ مَازِنٍ الْكِنَانِيُّ، حَدَّثَنِي مَعْمَر بْنُ رَاشِدٍ قَالَ: سَمِعْتُ مُحَمَّدَ بْنَ عَبْدِ الرَّحْمَنِ الغفَاري يَقُولُ: سَمِعْتُ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “لَقَدْ أَعْذَرَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ، إِلَى صَاحِبِ السِّتِّينَ سَنَةً وَالسَّبْعِينَ”.
“Ia mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnul Farj alias Abu Atabah Al-Himsi, telah menceritakan kepada kami Baqiyyah ibnul Wallid, telah menceritakan kepada kami Al-Mutarrif ibnu Mazin Al-Kannani, telah menceritakan kepadaku Ma’mar ibnu Rasyid yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Muhammad ibnu Abdur Rahman Al-Gifari mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah bersabda: Sesungguhnya Allah telah beralasan terhadap seorang lelaki dalam memberikan masa tangguh terhadapnya melalui usia yang diberikan kepadanya sampai enam puluh atau tujuh puluh tahun.”
Hadis ini dinilai sahih melalui jalur-jalur tersebut. Seandainya tidak ada jalur lain kecuali jalur yang dipilih oleh Abu Abdullah alias Imam Bukhari (pakarnya ilmu hadis ini), tentulah hal ini sudah cukup.
Adapun mengenai pendapat Ibnu Jarir yang mengatakan bahwa di dalam sanad hadis ini terdapat seorang perawi yang masih memerlukan penyelidikan lebih lanjut mengenai predikatnya, hal ini tidak usah diindahkan karena ada keterangan dari Imam Bukhari yang menilainya sahih. Hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui.
Sebagian ulama mengatakan bahwa usia yang wajar menurut kalangan para tabib adalah seratus dua puluh tahun. Dengan kata lain, seorang manusia sejak lahirnya terus-menerus bertambah dalam segala hal sampai mencapai usia genap enam puluh tahun, setelah itu barulah menurun dan berkurang serta mencapai usia pikun. Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang penyair:
إذَا بَلَغَ الفتَى ستينَ عَاما … فَقَدْ ذَهَبَ المَسَرَّةُ والفَتَاءُ
“Apabila seorang pemuda mencapai usia enam puluh tahun, maka lenyaplah kesenangan dan usia mudanya (kekuatannya secara berangsur-angsur).”