UM Surabaya

Kini giliran Kyai yang terdiam, tak ada kalimat yang meluncur dari mulutnya. Ia tak menjawab pertanyaan itu. Sejenak kemudian, ia malah memainkan biola yang ada di sampingnya.

Keluarlah nada-nada indah dari biola tersebut. Para remaja itu tampak sangat menikmati permainan biola sang Kyai. Penuh syahdu dan menentramkan jiwa. Semua menikmati keindahan alunan biola.

“Apa yang kalian rasakan setelah mendengarkan suara biola tadi?” Tanya sang Kyai sejenak setelah menghentikan permainan biola.

“Keindahan,” jawab remaja pertama sumrigah.

“Kayak mimpi,” timpal remaja kedua.

“Rasanya semua permasalahan itu hilang, Kyai,” ungkap remaja ketiga.

Salah seorang yang lain masih menganggung-ngangguk dengan mata tertutup, tertidur dengan keindahan nada yang tadi diperdengarkan kyai.

“Itulah agama,” kata Kyai.

“Orang beragama adalah orang yang merasakan keindahan, tentram, damai, cerah. Karena hakikat agama itu seperti musik, mengayomi, menyelimuti,” sambung Sang Kyai.

“Sekarang, coba kamu mainkan,” kata Kyai sambil menyodorkan biola ke salah seorang santrinya. “Ayo sebisanya!”

Si santri mulai memainkan biola. Namun karena baru pertama kalinya, ia memainkan dengan seadanya.

“Teruskan. Ayo yang mantap.” Suara yang keluar sama sekali mengusik sesiapa di sekitarnya. Sampai akhirnya dia pun menyerah.

“Apa yang kalian rasakan,” Kyai kembali bertanya.

“Kacau, Kyai.” Satu di antaranya menjawab.

Sambil tersenyum, Kyai merasa saatnya ia mengambil kesimpulan. Para santrinya dianggap telah bisa memahami pesan di balik peristiwa yang barusan terjadi.

“Itulah agama. Kalau kita tidak mempelajarinya dengan benar, itu akan membuat resah lingkungan kita dan jadi bahan tertawaan,” jelas Sang Kyai. (*)

Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini