Siti Munjiyah seorang kader ‘Aisyiyah dalam pidatonya di Kongres I Perempuan Indonesia di Yogyakarta pada 1928 menyebutkan tiga ciri perempuan Islam Berkemajuan, yaitu tinggi budinya, banyak ilmunya, dan baik perbuatannya.
Ketiga ciri tersebut menurut Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Haedar Nashir harus diimplementasikan oleh setiap kader ‘Aisyiyah di setiap level kepemimpinan. Tidak boleh kader ‘Aisyiyah berat sebelah – hanya berpikir saja, tidak bergerak, atau bergerak terus tanpa berpikir.
Kembali merujuk pidato Siti Munjiyah tentang ajakan kepada semua perempuan untuk bangkit dari tidur yang lelap, bergerak maju dari keterbelakangan, dan menghapus stigma negatif perempuan sebagai manusia kelas dua, Haedar menyebut yang disampaikan itu adalah value besar dari ‘Aisyiyah.
Baca juga: 107 Tahun ‘Aisyiyah, Perkuat Komitmen Menjawab Berbagai Problem Kemanusiaan Semesta
Dalam pembacaan Haedar, munculnya pernyataan tersebut karena saat itu dunia perempuan Indonesia berada pada dua kutub ekstrim pemikiran. Pertama dari pandangan konservatif, baik bersumber dari agama maupun budaya yang meletakkan peran perempuan hanya di ranah domestik.
Kutub ekstrim kedua yaitu dari pandangan Barat Modern pada awal abad 20 tentang emansipasi liberal, sehingga perempuan serba boleh. Modernisasi dianggap harus selalu identik dengan Barat, sehingga pola gerakan dan nilai gerakan kaum perempuan lepas sama sekali dari akar budaya dan agama.
‘Aisyiyah lahir di antara dua kutub pemikiran tersebut, tapi yang menarik menurutnya adalah ‘Aisyiyah bisa berdiri di atas pemikiran yang genuin dari Islam, namun tidak konservatif, dan tetap mengadopsi modernitas tapi juga tidak kemudian menjadi liberal – yang serba boleh.
“‘Aisyiyah dalam konteks nilai dan sistem keyakinan sudah mengambil posisi untuk wasathiyah, tetapi wasathiyah yang berpikiran maju, atau wasathiyah berkemajuan yang berada dalam dialektika antara kanan dan kiri,” kata Haedar pada (19/5/2024) dalam amanat Milad ke-107 ‘Aisyiyah di Surakarta.
Pandangan tentang kesetaraan yang dipedomani oleh ‘Aisyiyah lahir dari pendalaman Ajaran Islam yang bersumber pada Al Qur’an dan Sunnah Nabi. Oleh karena itu, ciri-ciri Perempuan Islam Berkemajuan yang dipaparkan di atas supaya terus dijaga dan dipelihara sebagai dasar gerakan ‘Aisyiyah.
Haedar menambahkan, supaya diingat oleh kader ‘Aisyiyah bahwa para penggerak ‘Aisyiyah di masa depan adalah pemikir sekaligus penggerak. Maka kader ‘Aisyiyah harus berimbang antara pemikiran dan pergerakan, sehingga gerakan ‘Aisyiyah tidak hanya sebagai gerakan praktis. (*/tim)
Untuk mendapatkan update cepat silakan berlangganan di Google News