Peran Pendidikan Islam dalam Membangun Cara Pandang Muslim di Era Digital
Nawang Lukman Priyonggo. dok/pri
UM Surabaya

*) Oleh: Nawang Lukman Priyonggo,
Anggota Majelis Tabligh PDM Kabupaten Blitar

Saat ini pendidikan Islam telah memasuki era digital di mana batas-batas geografis sudah bukan menjadi penghalang untuk mendapatkan berbagai akses informasi dengan mudah dan cepat.

Sebagai konsekuensi dari lahirnya era baru ini adalah terbentuknya budaya baru yang mengglobal dengan ciri-ciri modernisasi dan mulai hilangnya sedikit demi sedikit akhlak serta sopan santun.

Tujuan utama dari modernisasi di era digitalisasi adalah transformasi masyarakat global, di mana rusaknya akhlak secara tidak langsung ingin menjadikan dunia yang sangat multikultural menjadi homogen dengan perkembangan terminologi yang berlebihan dan menjadikan lupa akan nilai-nilai kebaikan yang harus dilakukan.

Perkembangan di era digitalisasi menimbulkan persoalan pelik yang tidak menguntungkan bagi pandangan Muslim. Persoalan utamanya adalah kemajuan teknologi telah membawa perubahan yang signifikan dalam kehidupan manusia, termasuk dalam hal praktik keagamaan.

Teknologi memungkinkan akses informasi dan komunikasi secara global dalam hitungan detik, sehingga mempengaruhi cara pandang dan tindakan manusia dalam menjalankan agama Islam.

Dengan demikian, jelas bahwa Islam telah memiliki standar tersendiri mengenai makna realitas dan nilai-nilai moralitas, sehingga menjadi sebuah keniscayaan bagi individu maupun masyarakat muslim untuk berpandangan yang berasaskan Islam.

Muhammad Qutb dalam hal ini juga menguatkan tentang pentingnya memiliki cara pandang Islam bagi seorang muslim ataupun masyarakat muslim. Hal ini disebabkan beberapa alasan, antara lain:

Pertama, orang muslim harus memiliki tafsiran yang menyeluruh tentang wujud yang menjadi asas baginya untuk berinteraksi dengan wujud itu.

Ia harus memiliki tafsiran yang memberinya pemahaman terhadap hakikat-hakikat terbesar dengan segala hubungan di antara semuanya, yaitu hakikat ketuhanan (haqiqah al-uluhiyyah) dan hakikat kehambaan (haqiqah al-ubudiyyah) yang meliputi hakikat alam, hakikat kehidupan, dan hakikat manusia.

Kedua, seorang muslim harus memiliki pengetahuan tentang pusat kedudukan manusia di dalam wujud alam ini dan tujuan wujud insannya.

Dengan pengetahuan itu ia akan mengetahui dengan jelas peran manusia di dalam alam dan batas-batas kekhususannya, demikian pula batas-batas hubungannya dengan Penciptanya dan Pencipta alam semesta.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini