Musik di Era Jahiliyah, Shodrul Islam, Umawiyah dan Abbasiyah
Musik yang dikenal hari ini dengan berbagai genre-nya, bukan datang secara tiba-tiba. Di zaman Jahiliyah (200 tahun sebelum Islam datang), bahkan orang Arab jahiliah yang masih menyekutukan Allah dengan berhala, sudah mengenal istilah Al-Hida’.
Al-Hida’ merupakan salah satu jenis nyanyian sederhana yang dipakai oleh Qofilah (rombongan orang Arab yang sedang safar dengan unta) memakai jenis bahar (ketukan nada) yang dipercaya selaras dengan hentakan kaki unta.
Ketukan nada ini bernama Bahar Rajaz. Bahar atau Buhur merupakan istilah dalam Ilmu Arudh dan Qawafi (salah satu cabang ilmu Bahasa Arab) yang mempelajari ketukan-ketukan nada dalam syair Arab.
Syair Arab yang mengandung unsur nada Buhur dan Qafiyah dan bisa diiringi oleh musik ini ternyata tidak pernah diharamkan dalam Islam. Bahkan Nabi Muhammad saw sendiri memiliki penyair pribadi yang bernama Hassan bin Tsabit, Ka’ab bin Zuhair dan Ka’ab Bin Malik yang sedia membela Nabi dari serangan verbal berupa syair celaan (Hija’) dari orang Kafir Quraisy.
Kepada Ka’ab bin Malik Nabi pernah menghadiahkan sorban nya sebagai tanda terima kasih atas syair burdah (pujian) nya untuk Nabi. Rasulullah SAW juga pernah memuji penyair wanita bernama “Khansa” sebagai penyair terbaik yang pernah ada yang dijelaskan dalam sebuah hadis.
Siti Fatimah RA, anak perempuan yang paling dicintai Nabi, pun juga pernah membuat syair kesedihan (Ar-Ritsa’) untuk Baginda Nabi setelah wafatnya beliau. Tradisi baik ini berlanjut hingga ke zaman kekhalifahan, setiap khalifah bahkan memiliki penyair pribadinya masing-masing.
Di zaman Umawiyah dan Abbasiyah berkembang pesat ilmu kepenyairan hingga muncul tokoh-tokoh penyair besar beberapa penyair yang paling terkenal seperti Akhthol, Farazdaq, Jarir, Ibnu Rumi, Al-Mutanabbi, dan Abu Nawas.
Bukan hanya membolehkan syair Arab, bahkan Nabi pernah membolehkan mizmar (jenis alat musik tiup) di dalam rumah beliau yang digunakan oleh beberapa anak perempuan saat hari raya.
Nabi juga tidak mempermasalahkan syair yang diiringi alat musik, di saat Nabi datang ke Madinah untuk pertama kali, pun disambut oleh Kaum Anshar dengan genderang gendang syair pujian “Thola’al Badru ‘Alaina”, Nabi tidak mengharamkannya.
Bahkan ketika ada walimah di Madinah dalam keadaan senyap, Nabi pernah bertanya kepada para wanita di sana :”kenapa tidak dibunyikan nyanyian padahal orang Madinah sangat menyukai nyanyian?” (HR. Bukhari).