Kekuasaan harus dibimbing dengan ilmu hikmah dan amal saleh agar tidak melahirkan kesewenangan.
Termasuk kekuasaan agama, tatkala agamanya banyak pengikutnya bisa jadi melahirkan kesewenangan terhadap yang sedikit.
Kesewenangan tersebut juga sangat mungkin terjadi pada kekuasaan politik, ekonomi dan lain sebagainya.
Kekuasaan itu hanya titipan Allah, tetapi amal saleh dan ilmu jauh lebih besar. Maka kekuasaan pun perlu ilmu dan amal saleh.
Ilmu dan amal saleh yang dipandu oleh agama perlu menjadi pendamping kekuasaan agar tidak melahirkan kesewenangan.
Maka dari itu, Muhammadiyah terus berupaya menggelorakan agama yang mencerahkan.
Saat ini, tidak sedikit muslim yang paham ilmu agama, bahkan mengerti ilmu klasik sampai dengan modern, tetapi ilmunya itu tidak mencerahkan jiwanya, keluarganya, umat dan bangsanya.
Pemahaman agama seperti itu bertolak belakang dengan konsep Islam sebagai rahmat seluruh alam.
Yermasuk mereka yang berbeda agama pun Islam adalah rahmat. Bahkan dengan yang atheis sekalipun seorang muslim harus memberikan rahmatnya.
Realitas itulah yang menjadi salah satu latar belakang adanya Amal Usaha Muhammadiyah (AUM) lebih-lebih AUM Bidang Pendidikan.
Pendidikan yang diajarkan oleh Muhammadiyah diharapkan melahirkan muslim yang pandai dan tidak terjebak dalam kesewenangan.
Memandu agar pandai-pandai di dalam berinteraksi sosial, karena realitas kehidupan itu tidak seindah sebagaimana hidup di surga.
Institusi pendidikan keluarga, agama, dan lain sebagainya berfungsi untuk membangun manusia berilmu.
Dengan itu, diharapkan “watak-watak iblis” yang terpendam dalam diri manusia bisa dikendalikan dengan “watak malaikat”.
Ilmu hikmah yang bersumber pada ajaran suci Agama Islam berfungsi untuk memandu dan menjadi dasar penting membangun kesadaran manusia.
Pasalnya, saat ini amat banyak orang berilmu tapi hatinya tidak dicerahkan oleh ilmu yang dimiliki tersebut. (*)
(Disampaikan Ketua Umum PP Prof. Haedar Nashir di acara Halal Bihalal UM Surabaya, 2 Mei 2023)