*) Oleh: Dr. Nurbani Yusuf
Dalam Sepekan ke depan di mulai Selasa sore bada ashar tanggal 22 Mei 2024, dihadiri lebih 500 jamaah, diskusi di Padhang Makhsyar akan membahas sejarah awal Salafi dari empat sumber utama karya: H. As’ad Said Ali, Prof James Chin dan Vjekoslav Perica, Irham Ali Fauzi dan Ali Imron.
Mereka adalah orang-orang yang sangat kompeten. Gabungan dari peneliti, praktisi, BIN, dan pelaku Bom Bali.
Resume diskusi Insya Allah akan kami sajikan secara bersambung untuk mendapatkan pemahaman berimbang tentang gerakan Salafi di Indonesia, Malaysia dan negeri-negeri balkan lainnya.
Salafi dan Wahabi
Istilah Salafi pada mulanya digunakan oleh beberapa komunitas Sunni. NU menggunakan istilah ini untuk kesetiaan terhadap model ajaran para imam-imam mazhab dalam memecahkan problem masa kini.
Sejak awal, NU juga telah mengklaim sebagai kelompok ahlussunnah wal jamaah wa salafiyah, Istilah yang juga kini digunakan gerakan Wahabi/Salafi.
Istilah Salafi kemudian digunakan oleh Muhammad Abduh dan Rasyid Ridlo tatkala hendak membangun gerakan pembaharuan di Mesir.
Di tangan Abduh, istilah Salafi sedikit mengalami pergeseran makna yang dikaitkan dengan semangat pembaharuan dan pemurnian. Di sini salafi dirujukkan pada model pemahaman para penganut Islam paling awal, yaitu nabi dan sahabat.
Gerakan pemurnian yang lain, khususnya wahabisme, ternyata pada mulanya tidak menggunakan istilah ini. Mereka mengkampanyekan pemurnian ajaran dengan merujuk langsung Al-Qur’an dan sunah dengan model pemahaman yang literal.
Di Indonesia, Muhammadiyah dan Persis yang juga mengusung tema pemurnian ajaran, juga tidak menggunakan istilah Salafi. Walaupun ketiganya sama-sama menggeluti isu-isu tahayul, bidah, churafat dan sejenisnya.